Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perdagangan Ilegal Marak, Pemerintah Didesak Evaluasi Regulasi di Perbatasan

Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mendesak pemerintah segera merevisi regulasi perdagangan di kawasan perbatasan guna mengurangi transaksi perdagangan ilegal.

Bisnis.com, JAKARTA – Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mendesak pemerintah segera merevisi regulasi perdagangan di kawasan perbatasan guna mengurangi transaksi perdagangan ilegal.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pembangunan Ekonomi Kawasan Perbatasan Endang Kesumayadi mengungkapkan potensi transaksi perdagangan ilegal akan meningkat jika pemerintah tidak segera merevisi regulasi perdagangan yang ada.

Dia mengungkapkan saat ini peraturan yang ada sifatnya terbatas pada kuota yang ditentukan, padahal kebutuhan lebih dari itu. Ketika kebutuhan itu tidak terpenuhi maka potensi masuknya bahan pokok illegal tidak bisa terbendung.

“Harga gula di perbatasan melonjak tajam hingga Rp25.000/kg dan pemerintah melakukan praktik pembiaran itu,”jawabnya dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (30/10/2013).

Dia menilai Kementerian Perdagangan belum berhasil menangani masalah perdagangan di kawasan perbatasan karena membiarkan harga kebutuhan pokok melambung berkali-kali lipat dibandingkan dengan kenaikan harga di Jawa.

“Kami fokus pada regulasi karena masyarakat perbatasan tidak mampu membeli bahan pokok yang didatangkan dari Jawa karena biaya logistik masih mahal, satu-satunya cara yang membeli di Malaysia, misalnya,” tambahnya.

Deputi II Badan Nasional Pengelola Perbatasan  (BNPP) Suhatmansyah sebelumnya sempat menyatakan pemerintah telah mengupayakan perubahan aturan perdagangan daerah perbatasan karena dinilai merugikan masyarakat Indonesia.

“Sejauh ini kami telah mengusulkan rancangan naskah akademik untuk perubahannya,” ujarnya.

Dia mengemukakan BNPP hanya sebatas mengusulkan rencana karena sektor yang ingin di revisi berada di bawah Kementerian Perdagangan.

Indonesia memiliki 3 buah perjanjian perdagangan langsung dengan Malaysia, Singapura, dan Filipina yang mengatur mengenai pembatasan perdagangan, tetapi BNPP menilai pembatasan itu merugikan Indonesia.

Perjanjian itu membatasi belanja masyarakat Indonesia hanya sebesar 600 ringgit, tetapi BNPP menaikkannya menjadi 2.000 ringgit untuk mengantisipasi perdagangan ilegal.

Perjanjian itu juga mengatur sektor yang harus dibawa masing-masing negara terkait, misalnya Malaysia diberi keleluasaan untuk menjual produk rumah tangga, sementara Indonesia hanya diperbolehkan menjual bahan pokok yang didominasi barang mentah.

“Ini kan sudah jelas akan mengarah kemana nantinya. Nilai jual dan tambah barang pokok dari Indonesia akan selisih jauh harganya dengan barang yang dijual Malaysia ke Indonesia,” ungkapnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor :
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper