Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Properti Terus Meroket, Apakah Akan Terjadi Bubble?

Tingginya kenaikan harga properti dalam beberapa tahun terakhir dikhawatirkan berujung pada kondisi penggelembungan harga atau bubble.

Bisnis.com, JAKARTA - Tingginya kenaikan harga properti dalam beberapa tahun terakhir dikhawatirkan berujung pada kondisi penggelembungan harga atau bubble.

Kondisi ini adalah keadaan di mana kenaikan harga-harga properti melebihi kewajaran tanpa adanya dasar yang kuat.

Namun, tidak seperti yang dikhawatirkan segelintir pihak, Indonesia Property Watch (IPW) menegaskan kondisi tersebut tidak akan terjadi di Indonesia dalam rentang beberapa tahun ke depan.

Direktur Eksekutif IPWAli Tranghanda mengatakan bubble properti tidak akan terjadi dalam jangka waktu 5 tahun mendatang. Menurutnya, apa yang dialami pasar properti dalam negeri merupakan perwujudan mekanisme pasar.

Dia menyebut kondisi tersebut sebagai sebuah kondisi over value.

“Kenaikan harga yang sangat tinggi dalam 2-3 tahun terakhir lebih merupakan bentuk mekanisme pasar dimana permintaan sedang tinggi yang mengakibatkan para pengembang menjual dengan harga setinggi-tingginya juga,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (22/10/2013).

Dia menjelaskan kendarti beberapa kalangan menganggap sama, sebenarnya terdapat perbedaan yang mendasar antara kedua kondisi tersebut.

Ali menjelaskan bubble terjadi di beberapa negara dengan aturan kepemilikan asing yang dibuka luas. Dia mencontohkan properti seharga Rp2 miliar dapat dijual kepada orang asing dengan harga yang jauh lebih tinggi.

“Tentunya pengembang tidak akan menjual dengan harga Rp2 miliar lagi, mereka mungkin menjual dengan harga Rp5 miliar. Inilah yang menjadi awal terjadinya bubble properti,” ujarnya.

Dia menyebutkan pada krisis Eropa 2007-2008 harga banyak properti jatuh drastis karena pembentukan harga yang terjadi adalah patokan harga semu.

“Hal ini yang mengakibatkan pecahnya bubble karena harga yang terjadi adalah harga semu,” katanya.

Ali menyatakan di Indonesia, khususnya di Jabodetabek, kenaikan harga yang merupakan feed back pemintaan pasar yang tinggi. Pengembang, jelasnya, mengukur dengan mematok harga sesuai daya beli konsumen lokal.

“Karena sebagian besar properti di Indonesia masih didominasi oleh pasar pembeli lokal. Pengembang akan menaikan harga propertinya sampai terlihat indikasi penurunan penjualan,” tuturnya.

Dalam kondisi tersebut, tambahnya, pasar relatif telah jenuh dan tidak akan ada kenaikan harga lagi sebab akan terjadi penolakan dari pasar yang tergambar dari penurunan penjualan proyeknya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper