Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU Perdagangan Dinilai Sarat Kepentingan Asing

Pemerintah perlu mengaudit semua perjanjian internasional terutama terkait dengan hubungan perdagangan sebelum RUU Perdagangan disahkan mengingat besarnya potensi kerugian akibat dikeluarkannya produk legislasi tersebut.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Arya Bima/dpr.go.id
Wakil Ketua Komisi VI DPR Arya Bima/dpr.go.id

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah perlu mengaudit semua perjanjian internasional terutama terkait dengan hubungan perdagangan sebelum RUU Perdagangan disahkan mengingat besarnya potensi kerugian akibat dikeluarkannya produk legislasi tersebut.
 
Demikian disimpulkan dari hasil diskusi bertema “RUU Perdagangan” yang diselenggarakan di DPR, Selasa (22/10/2013). Selain menghadirkan Wakil Ketua Komisi VI DPR Arya Bima, turut jadi nara sumber pada acara diskusi itu pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy dan dosen Fakultas Ekonomi UI, Surjadi.

Menurut Arya Bima, pihaknya siap meminta pemerintah mengaudit semua perjanjian internasional terkait perdagangan. Dia juga menyatakan akan menolak RUU Perdagangan tersebut kalau masih berlawanan dengan konstitusi dan pasal 33 UUD 1945.

Salah satu perjanjian internasional yang perlu dievaluasi adalah perjanjian kawasan perdagangan bebas China-Asean Free Trade Area (CAFTA). Menurutnya, sejak diberlakukannya CAFTA pada awal 2010, defisit neraca perdagangan Indonesia dengan China kian meningkat.  

“CAFTA telah menyebabkan defisit neraca perdagangan Indonesia meningkat. Bahkan sejak itu dampak yang dirasakan adalah terjadinya de-industrialisasi akibat membanjirnya produk China masuk Indonesia. Secara global impor Indonesia telah mencapai 70%, sedangkan di sektor pangan mencapai 60% akibat kebijakan yang pro-pasar," ujarnya.

Sementara itu, Ichsanuddin Noorsy mengatakan RUU Perdagangan yang tengah dibahas di DPR  saat ini sangat sarat kepentingan asing selain sangat pro pada liberalisasi pasar.

Bahkan dia menilai naskah akademis dari RUU itu telah menggadaikan kedaulatan ekonomi Indonesia pada kepentingan asing.  

“Lebih baik pulangkan saja RUU Perdagangan ini ke pemerintah karena bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Yusran Yunus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper