Bisnis.com, JAKARTA -Pemerintah tengah menjajaki perjanjian kerja sama bidang kehutanan dengan tiga negara importir untuk memastikan diakuinya legalitas kayu Indonesia dan isolasi pasar bagi kayu ilegal.
Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan Bambang Hendroyono menuturkan setelah ditandatanganinya Forest Law Enforcement, Governance, and Trade Voluntay Partnership Agreement (FLEGT-VPA) antara Indonesia dan Uni Eropa, pemerintah akan mendalami VPA dengan beberapa negara lain.
"VPA yang dalam tahap administasi itu dengan Jepang, Korea Selatan, dan China. Australia dan Amerika Serikat kan sudah punya undang-undang sendiri. Pokoknya fokus kita ke negara-negara yang nilai impor kayunya besar," kata Bambang kepada Bisnis, Selasa (8/10/2013).
Penjajakkan kerja sama bilateral dengan negara-negara tersebut akan diintensifikasi pada akhir tahun ini. Dengan demikian, pasar tujuan ekspor Indonesia akan tertutup bagi produk kayu ilegal.
"Bentuknya bilateral semacam VPA. Jadi produk kita bebas due diligence dan pasar tujuan ekspor tertutup untuk produk kayu ilegal. Targetnya dalam satu tahun VPA diteken," ujarnya.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Kehutanan Dwi Sudharto mengatakan penjajakan kerjasama bilateral bidang kehutanan dengan Jepang dan Korea Selatan akan segera dilakukan, sekaligus mempromosikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Indonesia.
"Rencana ke Jepang akhir Oktober ini, sedangkan kunjungan ke Korea Selatan akan dilakukan awal November 2013. Di samping kerja sama bilateral, kami juga akan promosi SVLK," kata Dwi.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menuturkan kerja sama bilateral tersebut diharapkan turut mendukung upaya Indonesia dalam menekan laju deforestasi dan menutup pasar kayu ilegal.
"Tidak adil kalau kita produksi kayu legal, tapi negara konsumen tetap membeli kayu log laundering. Jadi kerjasama ini penting," ujarnya.
Sejak SVLK dan dokumen V-Legal diberlakukan secara mandartori pada 1 Januari-23 September 2013, nilai ekspor kayu Indonesia tercatat mencapai US$4,20 miliar atau lebih dari Rp46 triliun.