Bisnis.com, JAKARTA – Sertifikasi beras organik yang mencapai Rp25 juta hingga Rp30 juta dinilai sebagian pihak memberatkan petani.
Pernyataan ini disampaikan oleh Bening Sekretaris Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Tengah dalam acara Managing Our Nation Strategi dan Rencana Aksi untuk Kemandirian Pangan Indonesia di PPM Manajemen Jakarta, Sabtu (5/10/2013).
“Sertifikasi beras organik adalah penjajahan model baru. Kami dari HKTI menolak menggunakan label organik karena tidak menguntungkan petani sama sekali,” ujar Bening.
Dia mengungkapkan kelompok taninya menggunakan label ‘beras sehat’ sebagai pengganti label beras organik.
“ Saya menjamin beras dari kelompok tani saya yaitu produk beras sultan dan melati tidak mengandung bahan kimia sama sekali karena dikembangkan melalui pemupukan bakteri bukannya penguraian bakteri seperti pada umumnya,” terang Bening.
Menurut Bening, lembaga pemberi sertifikat memang telah banyak misalnya IPB. Tetapi tetap saja, biaya yang dibutuhkan untuk pemberian sertifikasi bahkan bisa menembus angka Rp. 80 juta.
Setelah mendaftarkan sertifikasi beras organik, lembaga pemberi sertifikasi akan mengunjungi lokasi pertanian atau audit dengan melihat sumber daya airnya, budidaya, dan lain sebagainya. Jika lingkup area makin luas, maka harga yang dibayarkan akan semakin membengkak.
“ Setelah mendapat sertifikasi, harga padi juga tidak mengalami peningkatan yang berarti. Selain itu, sampai sekarang Indonesia belum memiliki lembaga sertifikasi beras organik sehingga tidak ada penalti yang pasti jika terbukti memalsukan data sertifikasi,” tambahnya.