Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Siapkah Industri Nasional Jelang AEC 2015?

Bisnis.com, JAKARTA - Waktu terus bergulir. Tak terasa, sudah mendekati tahun 2015. Berarti, tinggal tersisa kurang dari 1,5 tahun lagi pemberlakuan masyarakat ekonomi Asean atau Asean Economic Community (AEC) 2015.

Bisnis.com, JAKARTA - Waktu terus bergulir. Tak terasa, sudah mendekati tahun 2015. Berarti, tinggal tersisa kurang dari 1,5 tahun lagi pemberlakuan masyarakat ekonomi Asean atau Asean Economic Community (AEC) 2015.

Bagaimana kesiapan industri nasional dalam rangka menghadapi pemberlakuan itu? Apakah industri Tanah Air sudah siap?

Memang banyak pro-kontra dari berbagai kalangan merespons upaya penyatuan kegiatan ekonomi di kawasan Asia Tenggara itu. Sebagian pihak ada yang mengaku siap, tetapi ada pula yang jauh dari kata siap karena berbagai faktor.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto termasuk salah satu yang meragukan kesiapan Indonesia dalam menghadapi Komunitas Ekonomi Asean (AEC) itu.

Menurutnya, pemerintah dan kalangan dunia usaha belum terlihat berupaya mengintegrasikan program untuk persiapan ke arah AEC hingga saat ini.

Untuk menghadapi AEC, Kadin berharap adanya keterlibatan integratif dalam pembuatan kebijakan pemerintah, seperti yang sudah dilakukan negara-negara Asean lain, di antaranya Singapura, Malaysia, dan Thailand.

“Dalam hal ini, Indonesia masih harus berbenah karena sektor swasta masih jauh berada di luar lingkaran pengambilan keputusan oleh negara,” ujar Suryo di Jakarta beberapa waktu lalu.

Indonesia harus serius mempersiapkan diri menghadapi AEC akhir 2015. Apalagi, Indonesia merupakan pasar terbesar—dengan potensi penduduk lebih dari 240 juta jiwa—dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Berdasarkan data World Economy Forum (WEF), daya saing Indonesia berada di urutan 55 dunia pada 2008 dan kemudian menjadi peringkat 50 dunia tahun 2012. Negara kita masih jauh tertinggal dari Singapura di peringkat tiga dunia, Malaysia ke-25, dan Thailand urutan ke-38.

Jika ditinjau dari tujuan pemberlakukannya, AEC merupakan realisasi dari keinginan yang tercantum dalam Visi 2020 untuk mengintegrasikan ekonomi negara-negara Asean dengan membentuk pasar tunggal dan basis produksi bersama.

Dalam pelaksanaan AEC, Visi 2020 menyatakan negara-negara anggota harus memegang teguh prinsip pasar terbuka (open market), berorientasi ke luar (outward looking), dan ekonomi yang digerakkan oleh pasar (market drive economy) sesuai dengan ketentuan multilateral.

Pemerintah boleh saja berbesar hati dan bangga dengan pertumbuhan industri yang terbilang terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun, biaya logistik yang terlampau mahal serta buruknya infrastruktur membuat industri nasional 'gugup' menghadapi AEC 2015.

Menteri Perindustrian M.S. Hidayat pun merasa gugup untuk menghadapi implementasi AEC 2015 yang waktunya kurang dari 2 tahun itu. Maklum, dari total populasi penduduk Asean sebanyak 600 juta, penduduk di Indonesia mencapai 250 juta. Kalau tidak siap, Indonesia hanya akan menjadi pasar saja.

Dalam hitungan pemerintah, sektor industri nasional ikut memacu pertumbuhan perekonomian Indonesia. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sektor industri pengolahan migas pada 2012 lalu tumbuh 5,7% dan industri pengolahan non-migas meningkat 6,4% dan memberikan kontribusi sebesar 20,8 % dari total pertumbuhan produk domestikbruto (PDB) nasional.

Namun, tantangan global sudah ada di depan mata. AEC 2015 akan menjadi tantangan sekaligus peluang Indonesia dalam waktu dekat. Kekhawatiran pemerintah dipicu dengan masih mahalnya biaya logistik serta minimnya pembangunan infrastruktur di dalam negeri yang membuat daya saing industri nasional masih kalah dibandingkan negara kompetitor di kawasan Asean.

Di Indonesia, biaya logistik saat ini rata-rata masih 16% dari total biaya produksi. Adapun normalnya maksimal hanya 9%-10%, jika tidak diperbaiki nanti Indonesia hanya menjadi penonton.

Sembilan Prioritas

Dari sisi industri sendiri, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat sektor-sektor industri unggulan yang diharapkan bisa menjadi penyelamat Indonesia saat pemberlakuan AEC 2015.

“Ada sembilan komoditas industri nasional yang menjadi prioritas untuk memasuki AEC 2015 yang daya saingnya masih relatif lebih tinggi dari negara-negara Asean lainnya,” ujar Hidayat.

Kesembilan komoditas tersebut di antaranya, produk berbasis agro seperti (CPO, kakao, karet), ikan dan produk olahannya, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, kulit dan barang kulit, furnitur, makanan dan minuman, pupuk dan petrokimia, mesin dan peralatannya, serta logam dasar, besi dan baja.

Pemerintah terus memperkuat penguasaan pasar dalam negeri pada tujuh cabang industri yang berpotensi terganggu dalam implementasi AEC 2015 mendatang. Dengan demikian, cabang-cabang industri itu perlu ditingkatkan daya saingnya untuk mengamankan pasar dalam negeri terhadap produk sejenis dari negara Asean lainnya.

Ketujuh cabang tersebut meliputi otomotif, elektronik, semen, pakaian jadi, alas kaki, makanan dan minuman serta furnitur.

Peningkatan Daya Saing

Sejalan dengan itu, Direktur Jenderal Kerjasama Industri Internasional Agus Tjahajana mengutarakan sejumlah langkah peningkatan daya saing harus dilakukan dalam meningkatkan daya dukung iklim industri menghadapi AEC 2015. Langkah peningkatan daya saing dimaksud antara lain melalui penurunan biaya modal, biaya energi, dan biaya logistik.

“Peningkatan daya saing ini harus dilakukan baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang,” kata Agus.

Selain itu juga adanya jaminan pasokan bahan baku, pengawasan impor untuk meredam produk ilegal, dan optimalisasi peningkatan penggunaan produk dalam negeri.

Dalam jangka panjang, perlu juga dilakukan peningkatan faktor pendukung industri, membangun kemampuan sumber daya manusia, dan pembangunan riset serta pengembangan industri.

Berdasarkan data Global Competitiveness Report 2011-2012, peringkat Indonesia masih di bawah negara-negara Asean lainnya, yakni Thailand, Malaysia, dan Singapura.

Mengutip data dari Sekretariat Asean, sebagian besar perdagangan negara-negara anggota Asean selama ini dilakukan dengan negara-negara non-ASEAN.Kondisi tersebut menggambarkan belum sepenuhnya termanfaatkan potensi perdagangan di antara sesama negara anggota Asean.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengutarakan pemerintah harus fokus melakukan pembenahan dan penciptaan daya saing industri nasional dalam rangka AEC 2015.

“Indonesia yang mewakili 50% pasar Asean akan menjadi sasaran empuk bagi produsen di Asean. Daya saing di bidang perbankan, infrastruktur, birokrasi, dan standar kompetensi merupakan persoalan-persoalan klasik yang harus dibenahi pemerintah,” kata Franky.

Menurut Franky, industri nasional dinilai sudah siap menghadapi AEC 2015 yang tidak terbatas oleh tarif. Selain sektor itu, industri tekstil terutama garmen, perikanan, kayu, karet, elektronik, berbasis agro khususnya kelapa sawit, bahkan IT Indonesiam juga bisa siap dan bersaing.

Yang rentan adalah sektor jasa pariwisata, kesehatan dan logistik. Untuk sektor makanan dan minuman, Indonesia masih percaya diri karena menguasai pasar yang besar,

“Tapi tanpa peningkatan daya saing, bisa saja penetrasi pasar terancam oleh industri makanan dan minuman negara Asean lainnya. Saingan utama Indonesia adalah Thailand, Malaysia, dan Singapura,” katanya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Chris Kanter mengatakan kesiapan sektor logistik nasional tergantung pada ketersediaan infrastruktur yang memenuhi sesuai kapasitas.

“Selama ini, daya muat jalur angkutan barang ke Tanjung Priok yang seharusnya bisa empat hingga lima kali sehari, hanya bisa satu kali. Hal tersebut membuat biaya logistik membengkak dan ini tentu akan menurunkan daya saing,” katanya.

Kita semua berharap seluruh elemen industri sigap menghadapi pemberlakuan AEC 2015. Bila semua kalangan siap, maka itu akan menciptakan multiplier effect bagi seluruh bangsa Indonesia. Semoga!  (ra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Herdiyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper