Bisnis.com, BADUNG, Bali - Teknologi Coal Capture Storage (CCS) tengah diwacanakan untuk digunakan di negara-negara anggota Asean yang memiliki pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) untuk mengurangi emisi pembakaran karbon.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edy Hermantoro mengatakan hal ini masih dipertimbangkan karena harga teknologi tersebut yang tinggi.
"Pengusaha migas yang ada di wilayah Asean meminta untuk diberi insentif, karena teknologi ini mengurangi margin dan sangat mahal," katanya di sela-sela The 31st Asean Ministers of Energy Meeting, Kamis (26/5/2013).
Penggunakan teknologi yang merangkap sisa pembakaran karbon kemudian diinjeksikan ke dalam sumur migas tua tersebut salah satu yang dibahas di Amem. Sebagian besar negara-negara anggota Asean menggunakan PLTU sebagai pembangkit listriknya.
Teknologi CCS merupakan salah satu cara untuk mengurangi emisi karbon yang dapat menyebabkan efek rumah kaca. Efek tersebut berdampak pada pemanasan global yang menjadi penyebab utama perubahan iklim.
Ide penggunaan CCS ini tidak jauh dari rencana menekan emisi karbon oleh Presiden Barack Obama. Environmental Protection Agency (EPA) dari Amerika Serikat pada 20 September lalu mengeluarkan pernyataan bahwa PLTU di seluruh Negeri Paman Sam harus menggunakan teknologi batu bara bersih (coal clean technology).
Pada forum penggiat usaha di bidang energi dengan para menteri energi negara-negara Asean, terdapat kesepakatan bahwa pengurangan emisi karbon dilakukan dengan cara seperti mengkonsumsi gas dan mengembangkan energi terbarukan.
Beberapa negara, ujar Edy, juga belum spesifik untuk menyetujui wacana ini karena harga yang mahal dan harus menambahkan insentif. Menteri Energi, Teknologi Hijau, dan Air dari Malaysia Maximus Johnity Ongkili mengatakan, sumber energi primer diprioritaskan untuk negaranya.
Malaysia sebagai pemimpin proyek trans asean gas pipeline juga mengakui pembangunan pipa gas di dalam negeri harus diutamakan terlebih dahulu. Harga minyak yang semakin tinggi dan terbatasnya cadangan gas, mendesak malaysia tetap menggunakan batu bara sebagai pengganti energi primer.
"Harga batu bara lebih murah dibandingkan dengan komoditas yang lainnya," katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia Bob Kamandanu menyatakan bahwa pemerintah sebaiknya tetap fokus pada pembangunan PLTU sebelum menerapkan teknologi mahal seperti CCS. Jika memang menggunakan CCS sebaiknya terdapat kerjasama dengan AS sebagai pelopor penggunaan teknologi tersebut.
"Jika mau mengurangi emisi karbon, teknologi yang masih bisa terjangkau adalah peningkatan kadar batu bara, sayangnya ini juga belum bisa jalan sepenuhnya," ujarnya.