Bisnis.com, PEKANBARU-Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau akan membentuk tim kerja untuk memberi masukan dalam program Restorasi Ekosisten Riau (RER) lahan gambut di Semenanjung Kampar agar masyarakat setempat bisa aktif terlibat dan memperoleh manfaat optimal dalam pengelolaan hutan tersebut.
Al Azhar, Ketua Dewan Pimpinan Harian LAM Riau, mengatakan tim kerja (ad hoc) ini akan merumuskan skema partisipasi aktif dari masyarakat dalam mengembalikan keanegaragaman hayati hutan gambut di Semenanjung Kampar sehingga bisa memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat hutan.
“Kami akan bentuk tim ad hoc agar bisa menyusuns skema keterlibatan masyarakat dalam program restorasi hutan ini,” katanya seusai dialog bertema Restorasi Ekosistem Dalam Pandangan Adat dan Budaya Melayu, Rabu (25/9).
Al Azhar mengemukakan tim ini juga akan bertugas untuk mengidentifikasi hutan-hutan yang masih terlarang yang dipatuhi masyarakat adat, untuk membuka peluang dimanfaatkan agar bisa meningkatkan kesejahteraan.
Restorasi Ekosistem Riau (RER) merupakan program untuk mengembalikan keanekaragaman hayati pada wilayah hutan seluas 20.265 hektare di Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau. Lahan itu akan direstorasi melalui IUPHHK-RE (Ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu - restorasi ekosistem) yang dikantongi PT. Gemilang Cipta Nusantara bekerja sama dengan Asia Pacific Resources International Limited (APRIL), Fauna and Flora International , Daemeter dan Bidara.
Ketua Umum LAM Riau Tenas Effendi menambahkan hutan kritis di Riau cukup besar dan harus segera diselamatkan, salah satunya melalui program restorasi. Namun, Tenas mengingatkan, kegiatan restorasi harus melibatkan masyarakat setempat agar tidak terjadi komunikasi yang keliru dikemudian hari.
Menurut Tenas, masyarakat Melayu sangat mempunyai kedekatan dengan alam dan pada prinsipnya bersedia masyarakat menjaga keseimbangan dan harmonisasi alam.
”Alam merupakan bagian dari tata kehidupan dan budaya masyarakat Riau,” kata Tenas
Nashihin Hasan, Anggota Dewan Penasehat RER, mengatakan pemahaman masyarakat tentang hutan saat ini baru sebatas memanfaatkan hutan sebanyak mungkin untuk kepentingan ekonomi. Menurutnya, persepsinya ini harus diubah menjadi menjaga dan mengembangkan hutan.
“Parameter keberhasilannya adalah membaiknya tingkat ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Ada banyak sumber materi yang bisa diberdayakan seperti madu, rotan dan pembibitan,” jelasnya.
Direktur Gemilang Cipta Nusantara Dian Novarina mengatakan Dewan Penasehat RER telah menyetujui penerapan standar Climate Community and Biodiversity (CCB) dalam pengelolaan RER, karena merupakan standar global.
Dian juga mengaku siap menerima masukan dan melibatkan lembaga adat sebagai bagian dari partisipasi masyarakat dalam program tersebut.
“Penerapan CCB juga berkorelasi positif terhadap pemulihan keanekaragamanhayati sekaligus berpotensi mendongkrak kesejahteraan masyarakat yang kehidupannya tergantung dari sumber daya di dalam dan sekitar konsesi RER,” katanya.
Dian mengungkapkan program kerja CCB mencakup sejumlah komponen penting diantaranya merestorasi ekosistem dan memastikan pengelolaan berkelanjutan dari konsesi restorasi ekosistem. Pada prinsipnya, kata Dian, kegiatan yang menerapkan standar CCB berarti telah melaksanakan praktik terbaik .