Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah melakukan audit terhadap transaksi properti dinilai akan cukup mempengaruhi sektor tersebut nantinya.
Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia Darmadi Dharmawangsa mengatakan celah untuk melakukan markdown terhadap pelaporan transaksi memang ada.
“Sekarang tergantung orang tersebut mau memanfaatkan celah itu atau tidak,” ujarnya, Senin (23/9/2013).
Dia mengatakan fungsi broker adalah mempertemukan penjual dan pembeli. Terkait pelaporannya seperti apa, itu merupakan kesepakatan kedua belah pihak yang dicatat oleh notaris.
Menurutnya, aturan yang ada memungkinkan berbagai pihak melakukan pelaporan berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP), meski lebih rendah dari nilai transaksi yang ada.
Rencana pemerintah melakukan penyisiran agar jumlah pajak yang diterima negara lebih besar, jelasnya, merupakan langkah yang sah. Meskipun begitu, lanjutnya, peraturan yang ada sebaiknya juga memperhatikan keberlangsungan pengusaha.
“Tentu margin yang diterima dari pembelian akan tergerus, karena hal ini. Kalau investasi properti kurang menarik, membuat sektor ini menjadi lesu. Kalau caranya seperti ini, pemerintah akan pusing lagi,” katanya.
Ketua Arebi DKI Jakarta Lukas Bong menuturkan umumnya nilai transaksi hampir selalu lebih tinggi dari NJOP yang ada. Meskipun begitu, bentuk pencatatan melalui notaris dimungkinkan berdasarkan NJOP atau lebih tinggi sedikit dari NJOP.
“Karena ada kesepakatan di antara berbagai pihak terkait. Bisa sesuai NJOP atau di atas sekitar 30% dari NJOP yang ada,” ujarnya.
Dia mengungkapkan pencatatan transaksi seperti ini sudah umum terjadi di pasar sekunder. Jika pemerintah bermasuk melakukan penyisiran, sambungnya, akan sulit dilakukan.
“Transaksi yang tercatat di notaris berdasarkan kesepakatan penjual, pembeli, dan notaris. Ini tercatat hitam di atas putih. Bagaimana cara menyisirnya,” tambahnya.