Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah memastikan kesiapan seluruh rencana operasi untuk mengantisipasi pemburukan kondisi pasar surat berharga negara jika keputusan rapat the Federal Open Market Committee pekan ini tidak sesuai ekspektasi pasar.
Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan berbagai rencana operasi telah disiapkan pemerintah untuk mengantisipasi pelarian modal yang berpotensi menyebabkan krisis akibat kebijakan pengurangan pembelian obligasi oleh The Fed.
Kemenkeu bersama Kementerian BUMN, 11 BUMN asuransi dan penjaminan serta 4 perusahaan sekuritas sejauh ini telah menggelar dua kali simulasi implementasi bond stabilization framework (BSF).
Simulasi itu untuk memastikan mekanisme koordinasi antar berbagai pihak dalam pembelian SBN untuk stabilisasi pasar, berjalan baik.
“Kalau ada sudden reversal yang sifatnya agak krisis, kami siap saja. Jangan sampai ada aturan atau SOP (standard operating procedure) yang tidak siap, seperti misalnya mau melakukan buyback, tapi tidak siap. Itu yang kami lakukan,” katanya, Senin (17/9/2013).
Robert enggan menyebut operasi yang dilakukan berikut jumlah dana yang disiagakan. Namun, dia meyakinkan 11 BUMN, Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dan pemerintah berkomitmen penuh menambah likuiditas apabila terjadi krisis.
Dalam crisis management protocol, jika imbal hasil surat utang negara (SUN) bertenor 10 tahun naik 30 basis poin dalam sehari, maka pasar dalam status waspada.
Sementara itu, jika yield obligasi yang menjadi benchmark series itu menanjak 60 bps dalam sehari, maka pasar dalam kondisi siaga. Adapun jika yield melesat 90 bps, maka pasar dalam keadaan krisis.
Setiap tahap itu menentukan respons kebijakan yang dilakukan dan pihak mana yang mengeksekusi.
Pasar utang sempat menyandang status waspada saat yield naik 30 bps ke kisaran 9% pada Juni. BI ketika itu menaikkan pembelian obligasi negara, sedangkan perbankan, perusahaan asuransi dan dana pensiun meningkatkan kepemilikan obligasi.