Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dipastikan kehilangan potensi tambahan penerimaan negara triliunan rupiah dari sektor cukai tahun ini, akibat aturan baru tentang pungutan cukai hasil tembakau belum bisa diterapkan.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.78/PMK.011/2013 tentang Penetapan Golongan Dan Tarif Cukai Hasil Tembakau Terhadap Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau yang Memiliki Hubungan Keterkaitan yang mengatur penyesuaian besaran cukai perusahaan rokok terafiliasi yang telah disahkan pada 11 April 2013 lalu.
Akan tetapi, pemerintah belum bisa mengimplementasikannya hingga kini karena banyaknya protes dan tekanan yang terjadi terhadap aturan tersebut.
Padahal, pemerintah dalam anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBN-P) 2013 sudah memasukkan proyeksi penerimaan tambahan cukai tersebut ke dalam target pendapatan negara.
Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah belum bisa menarik tarif baru, sebab akan ada revisi dari isi PMK itu.
Menurutnya, peraturan hasil revisi tersebut ditargetkan baru bisa diimplementasikan pada tahun depan.
“Akan ada revisi terhadap PMK itu. Revisinya ditargetkan selesai tahun ini,” katanya di Jakarta, Selasa (10/9/2013).
Dia mengakui ada potensi penerimaan negara yang hilang dengan langkah itu. Kendati demikian, dia belum bisa mengungkapkan secara detil besaran nilai potensi penerimaan negara yang tidak bisa ditarik.
Wakil Ketua Komisi XI Achsanul Qosasi menambahkan sejauh ini pihaknya telah meminta kepada Menteri Keuangan untuk mempertimbangkan kembali pemberlakuan PMK 78 itu karena PMK tersebut tidak berpihak pada industri rokok kecil.
Sesuai masukan kepada Komisi XI, penerbitan PMK itu dinilai tanpa melibatkan perusahaan rokok berskala kecil yang mayoritas memproduksi jenis sigaret kretek tangan (SKT) dengan jumlah tenaga kerja yang banyak.