Bisnis.com, JAKARTA--Subsidi yang diberikan pemerintah kepada bahan bakar minyak membahayakan perekonomian nasional, karena berdampak pada tingginya konsumsi dibandingkan dengan produksi minyak mentah yang diolah di dalam negeri.
Christof Ruhl, BP Chief Economist, mengatakan hampir semua negara yang memberikan subsidi pada BBM mengalami masalah yang sama dengan Indonesia.
Konsumsi BBM yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi minyak mentah yang diolah, membuat negara harus melakukan impor.
Ada hubungan antaran subsidi BBM dengan impor yang tinggi. Subsidi BBM yang mahal akan berdampak pada defisit [neraca perdagangan] dan fiskal.
"Jadi impor tinggi, konsumsi tinggi tetapi produksinya tidak mencukupi,” katanya di Jakarta, Selasa (3/9/2013).
Ruhl mengungkapkan Argentina memiliki masalah yang sama dengan Indonesia, yang saat ini menjadi negara importir minyak.
Padahal, negara itu dulunya juga pernah menjadi pengekspor minyak mentah.
Subsidi pada BBM juga berdampak pada tidak berkembangnya industri energi alternatif.
“Inovasi teknologi biasanya terjadi kalau ada nilai kompetitifnya. Kalau seperti shale gas dan tight oil terus disubsidi, maka akan membuat energi terbarukan tidak berkembang, karena kalah kompetitif,” tuturnya.
Dengan kondisi perekonomian dunia yang belum stabil seperti saat ini, kebijakan memberi subsidi pada BBM berpotensi mengganggu perekonomian nasional.
Apalagi, saat ini Bank Federal Amerika Serikat berencana untuk menarik modal dari pasar dunia atau capital reserval. (ra)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel