Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Terpuruk, Impor Tetap Menanjak

Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perdagangan menilai depresiasi rupiah saa ini belum berdampak pada penurunan volume impor pada Agustus 2013.

Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perdagangan menilai depresiasi rupiah saa ini belum berdampak pada penurunan volume impor pada Agustus 2013.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan pergerakan ekspor dan impor selalu mendapatkan dampak lebih lambat dibandingkan dengan fluktuasi nilai mata uang. 

“Paling cepat dampaknya 1 bulan, tetapi lazimnya sekitar 3 bulan. Biasanya pelaku usaha melihat nilai tukar sekarang [Agustus], mungkin Oktober-November lebih banyak pengaruhnya,” kata Bayu, Jumat (30/8/2013).

Dia mengaku belum bisa memperkirakan fluktuasi volume impor akibat depresiasi rupiah ini karena tingginya faktor ketidakpastian pasar. Namun, dampak yang lebih cepat terasa adalah meningkatnya laju inflasi.

“Pengaruh inflasi ini akan lebih segera [terasa]. Jadi yang terberat nampaknya lebih pada inflasi dibandingkan dengan yang lain,” pungkasnya.

Secara terpisah, pengamat ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Haryo Aswicahyono mengungkapkan berdasarkan pengalaman saat krisis ekonomi terjadi pada 1998, volume impor langsung menunjukkan penurunan. 

“Saat itu nilai tukar rupiah bisa dikatakan anjlok, sehingga pengaruhnya [pada volume impor] sangat cepat. Berbeda dengan yang terjadi tahun ini yang tingkat depresiasinya tidak terlalu tinggi,” kata Haryo, Minggu (1/9/2013).

Dia menambahkan penurunan volume impor berpotensi terjadi pasca-Agustus, tetapi dengan selisih yang tidak terlalu jauh. Importir masih akan mendatangkan barang dari luar negeri, terutama yang dibutuhkan untuk sektor industri berbahan baku impor.

Perbedaan dari krisis 1998, lanjutnya, justru terletak pada lonjakan volume ekspor yang biasa mengiringi depresiasi rupiah. Tahun ini volume ekspor diprediksi tidak akan mengalami kenaikan yang signifikan karena adanya bermacam hambatan, 

Pertama, pasar ekspor dari negara tradisional belum bisa menyerap produk lokal karena mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda, yakni depresiasi mata uang. Mereka berisiko menahan pembelian barang dari luar negeri. 

Kedua, industri dalam negeri masih dilanda masalah peningkatan daya saing dan juga upah buruh. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor :
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper