Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menyatakan kepada perusahaan-perusahaan tambang batu bara agar merevisi rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) untuk mengendalikan produksi batu bara dalam negeri.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu bara Edi Prasodjo mengatakan selain harus merevisi RKAB, pihaknya akan melihat perusahaan berdasarkan dasar izin dari analisis mengenai dampak lingkungan, studi kelayakan (FS), rencana kerja teknis dan lingkungan (RKTTL), dan jaminan reklamasi.
“Semua aturan itu untuk mengikat hasil produksi sekian juta ton. Selain itu, kami juga akan melihat kondisi sosial yang dilakukan perusahaan melalui CSR [corporate social responsibilty],” ujarnya Kamis (15/8/2013).
Dia menjelaskan saat ini produksi batu bara hingga Juni telah melonjak pada angka 211 juta ton. Padahal, menurut berita sebelumnya batu bara sudah mencapai 198 juta ton pada bulan yang sama. Hal itu menandakan bahwa ada lonjakan sebesar 6,5%. Tahun ini pemerintah menargetkan produksi batu bara sebesar 391 juta ton. Artinya, sebelum akhir tahun, pendekatan untuk mencapai target produksi nasional mendekati 85%.
Edi menjelaskan lonjakan produksi ini karena harga batu bara acuan (HBA) yang rendah. Dari pantauan Bisnis, HBA mengalami penurunan setiap bulan dari April hingga Agustus. Lonjakan produksi yang terjadi di Juni menyusul penurunan harga dari April sebesar US$88,56 per ton. Bulan berikutnya, harga menurun menjadi US$85,33. Kemudian pada Juni, harga batu bara turun sebesar 0,54% yaitu menjadi US$84,87.
“Jadi, kalau sedang harga rendah biasanya perusahaan akan meningkatkan produksinya. Namun, kalau ternyata perhitungannya merugi baru mereka mengurangi produksinya,” imbuhnya.
Menurut Edi, pihaknya akan memantau masing-masing perusahaan agar tetap mengikuti RKAB yang telah mereka susun. Perusahaan yang langsung mendapat pantauan dari pemerintah pusat adalah perusahaan dengan kontrak melalui perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Sedangkan untuk perusahaan yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP), pemerintah pusat akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
Pemerintah menyatakan peningkatan produksi batu bara berasal dari kedua kontrak perusahaan batu bara yaitu dari perusahaan dengan PKP2B dan IUP. Lonjakan produksi tersebut merupakan imbas dari perlambatan ekonomi yang tengah terjadi di pasar jual beli batu bara.
Dari peningkatan produksi tersebut, pemerintah berencana akan melakukan mengurangi produksi hingga 2025. Edi mengatakan, pihaknya merencanakan akan membuat aturan mengevaluasi produksi setiap 5 tahun sekali untuk perusahaan pemegang IUP dan PKP2B.
Evaluasi dan rencana pengurangan tersebut masih dalam tahap pembicaraan karena pihak pemerintah masih harus melihat jumlah cadangan batu bara yang ada di setiap wilayah tambang. Edi menambahkan untuk tahun depan, pemerintah akan menargetkan produksi batu bara tidak lebih dari 400 juta ton.