Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia berpotensi merebut pasar ekspor udang di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang seiring turunnya produksi udang negara lain akibat penyakit early mortality syndrome (EMS).
Direktur Jenderal Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut P. Hutagalung menuturkan menyebarnya penyakit EMS di beberapa negara eksportir udang menyebabkan penurunan pasokan udang di pasar global. Padahal, permintaan udang terus meningkat. Beberapa negara yang terjangkit EMS a.l. China, Vietnam, dan Thailand.
"Produksi udang dunia kan lagi turun, karena penyakit EMS. Kita tidak terkena EMS, jadi kita harap ekspor udang kita bisa naik, tapi tetap tergantung produksi," ujarnya di KKP, Rabu (14/8/2013).
Saut menuturkan setidaknya ada 3 negara importir udang terbesar. Importir terbesar adalah Amerika Serikat dengan volume permintaan udang mencapai 570.000 ton/tahun. Uni Eropa menempati posisi kedua dengan total volume ekspor sebesar 450.000 ton/tahun, diikuti Jepang dengan total permintaan sebanyak 220.000-230.000 ton udang/tahun.
Udang merupakan 1 dari 10 komoditi ekspor utama Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ekspor udang Indonesia ke 23 negara utama mencapai US$1,45 miliar pada 2010, kemudian turun menjadi US$1,09 miliar pada 2011.
Ekspor udang kembali merosot menjadi US$801,4 juta pada 2012 dan tercatat mencapai US$387,2 juta pada Januari-Mei 2013. Pada 2013, KKP menargetkan produksi udang bisa mencapai 620.000 ton dan 50% di antaranya berorientasi ekspor.
Saut mengakui besarnya peluang dan minat ekspor berisiko menurunkan suplai udang di dalam negeri. Namun, KKP menegaskan bahwa produksi tambak udang rakyat diarahkan untuk konsumsi lokal, sehingga pasar domestik tidak kekurangan pasokan. "Ekspor bisa meningkat, tapi kita jaga konsumsi dalam negeri. Terutama yang size kecil 120-140 per Kg," ujarnya.