Bisnis.com, JAKARTA—PT Chevron Geothermal Indonesia (CGI) mengantongi izin dari Pemerintah Provinsi Aceh Darussalam untuk proses survei eksplorasi panas bumi.
Manager Policy, Government and Public Affair CGI Ida Bagus Wibatsya mengatakan pihaknya siap untuk melakukan survei. Namun, ada beberapa hal yang masih menunda kegiatan itu.
"Di Aceh, kami masih menunggu recovery daerah yang baru saja mengalami gempa," ujarnya di Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Dia menambahkan kegiatan survei tidak memerlukan waktu lama, yaitu sekitar 2-3 bulan. Setelah survei selesai, hal yang dilakukan perusahaan adalah sosialisasi kepada masyarakat. Dalam proses itu, CGI juga akan mengurus izin usaha panas bumi.
Daerah yang akan dieksploitasi berada di antara dua wilayah kabupaten yaitu Bener Meriah dan Aceh Tengah. Oleh karena itu, CGI melaporkan kepada gubernur di provinsi terkait. Mengenai besaran investasi, Ida mengatakan belum dapat memperkirakan karena kegiatan ini masih tahapan paling awal.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melelang wilayah potensi penghasil panas tersebut dengan dengan kapasitas kurang lebih 200 MW. Namun, besaran tersebut harus dibuktikan kembali melalui survei 3G (geologi, geofisika, dan geokimia).
Sementara itu, pembangunan PLTP yang dikelola CGI di Jawa Barat diharuskan menggandeng partner lokal, dalam hal ini badan usaha milik daerah. Ida mengatakan, sebenarnya Gubernur Jawa Barat telah menunjuk satu BUMD. "Partner sudah ditentukan oleh Gubernur. Namun, secara bisnis belum ada pertemuan," imbuhnya.
Kedua proyek tersebut akan memakai modal awal dari perusahaan sendiri. Mereka tidak memanfaatkan dana hijau (green fund) dari PIP (Pusat Investasi Pemerintah) yang bisa digunakan oleh perusahaan yang belum mendapatkan IUP.
Proses pembangunan pembangkit panas bumi diakui Ida membutuhkan investasi yang sangat besar. Namun, ketahanan energi yang dihasilkan dapat berlanjut hingga tak terbatas jika telah menemukan titik sumur. Mengenai deforestasi,
tuturnya, lahan yang digunakan untuk pembangkit dan sumur hanya memerlukan 2% dari luas hutan. Sehingga, pembangunan PLTP menjadi lebih 'hijau' jika disejajarkan dengan tambang yang membuka lahan hutan.