Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspansi Lahan Terhambat, Gapki Optimistis Produksi CPO Naik

  Bisnis.com, JAKARTA - Meski ekspansi lahan perkebunan sawit terganjal berbagai regulasi, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) optimistis produksi CPO akan naik seiring dengan peningkatan produktivitas dan kontribusi petani kecil. 

  Bisnis.com, JAKARTA - Meski ekspansi lahan perkebunan sawit terganjal berbagai regulasi, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) optimistis produksi CPO akan naik seiring dengan peningkatan produktivitas dan kontribusi petani kecil. 

Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan menuturkan pengusaha sawit semakin sulit untuk mendapatkan lahan. Apalagi dengan penerapan moratorium izin baru pemanfaatan hutan di kawasan hutan primer dan lahan gambut yang berlaku hingga 2015. 

"Untuk dapat 5.000-10.000 ha sekarang ini susah. Kalimantan, Sumatera sudah padat. Apalagi sekarang ada moratorium, makin susah dapat lahan dari kawasan hutan," kata Fadhil saat berkunjung ke kantor Bisnis, Selasa (30/7/2013).

Berbagai rancangan regulasi juga membuat Gapki pesimistis terkait ekspansi lahan, seperti revisi Permentan No.26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dan draf RUU Tanah. Revisi Permentan No.26/2007 mengatur batas maksimal Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) sawit seluas 100.000 per grup perusahaan. 

Adapun dalam draf RUU Tanah, lanjutnya, kepemilikan HGU juga akan dibatasi maksimal 50.000 ha per perusahaan/grup perusahaan. Hal tersebut membuat ruang ekspansi perusahaan sawit menjadi semakin sempit.

Pembatasan berdasarkan kalkulasi kepemilikan lahan suatu grup perkebunan dinilai Fadhil kurang tepat karena grup bukanlah suatu entitas bisnis. "Seharusnya yang dibatasi itu per perusahaan, bukan per grup. Yang entitas bisnis itu perusahaannya bukan grup.”

Tantangan lain pengembangan industri kelapa sawit, lanjut Fadhil, adalah belum tuntasnya aturan Pemda terkait tata ruang dan tata wilayah (RTRW) dan pengenaan bea keluar minyak sawit mentah (CPO) yang terdistorsi.  

Fadhil mengungkapkan bea keluar CPO merupakan bentuk distorsi karena produk hilir sawit tetap dikenai bea keluar meskipun tarifnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan tarif bea keluar CPO. Perbedaan tarif yang dikenakan berada pada kisaran 7,5-12%.

"Di Malaysia itu produk hilir bea keluarnya 0%, yang CPO 4,5%. Ini baru benar-benar insentif buat penghiliran," ujarnya. 

Gapki juga mengeluhkan pemungutan pajak pertambahan nilai berganda di industri sawit. Menurutnya, PPN dikenakan atas tandan buah segar (TBS) dan CPO padahal rantai tersebut merupakan suatu rantai produksi yang terintegrasi. Pengusaha pun mengaku kesulitan dalam melakukan restitusi pajak tersebut. 

Dari sisi harga, industri sawit juga tengah tertekan. Pasalnya, penurunan permintaan pasar dan tingginya suplai menekan harga turun hingga 25%.

Kendati penuh tantangan, Fadhil optimistis industri sawit masih bisa tumbuh. Berdasarkan data Gapki, protas TBS pada 2012 mencapai 22 ton/ha, protas CPO mencapai 4,4 ton/ha, dan tingkat rendemen 20%. Adapun produksi CPO pada 2013 diestimasi 27 juta-28 juta ton. 

Fadhil menambahkan dalam 10 tahun terakhir, tingkat pertumbuhan kebun petani lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan lahan milik perusahaan. Dari 9 juta kebun sawit di Indonesia, kebun milik petani diestimasi mencapai 42%. 

"Sepuluh tahun ke depan saya kira juga trennya seperti itu. Kan sekarang banyak sawah, kebun kopi dikonversi untuk ditanami sawit oleh petani itu," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ana Noviani
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper