BISNIS.COM, AKARTA-Negara diklaim telah menerima lebih dari US$15 miliar sebagai penerimaan dari sektor minyak dan gas bumi (migas) sepanjang semester 1-2013. Jumlah tersebut sekitar 50% dari target penerimaan negara dari sektor migas untuk tahun ini sekitar US$31,7 miliar.
Rudi Rubiandini, Kepala Satuan kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan tingginya penerimaan sektor migas pada semester 1 tahun ini disebabkan harga minyak mentah yang sempat melambung pada akhir tahun.
“Untuk minyak ini kan dibayarkan pada awal transaksi, sementara awal tahun lalu harga minyak mentah masih tinggi. Jadi saat ini kami sudah mencapai target atau ekuivalen dengan US$15 miliar,” katanya di Jakarta, Minggu (7/7).
Seperti diketahui rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) selalu di atas US$100 per barel pada periode Januari-April 2013. Bahkan pada Februari 2013 ICP mencapai US$114,86 per barel atau lebih tinggi US$3,79 per barel dibandingkan dengan ICP Januari yang sebesar US$111,07 per barel.
Rudi mengungkapkan tingginya ICP tersebut meningkatkan pendapatan negara dari sektor hulu migas. Di sisi lain, tingginya ICP tersebut juga mengharuskan Pemerintah merogoh kantung lebih dalam untuk membayar impor bahan bakar minyak (BBM) di hilir migas.
“Pada kuartal 1-2013 lalu saja negara telah memperoleh US$7,92 miliar dari sektor migas. Kami memang sudah menerima banyak dari kontrak pada Januari dan Februari, tetapi kalau ICP terus tinggi, pengeluaran negara untuk BBM juga kan tinggi,” jelasnya.
Pada Juni 2013 saja ICP mencapai US$99,97 per barel atau naik US$0,96 per barel dibandingkan dengan ICP bulan sebelumnya yang mencapai US$99,01 per barel. Hal itu disebabkan menguatnya perekonomian dunia.
Selain itu, Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) juga memperkirakan terjadi peningkatan permintaan minyak mentah dunia sepanjang 2013 sebesar 0,8 juta barel per hari, sehingga mencapai 90,2 juta barel per hari pada triwulan ketiga.