BISNIS.COM, JAKARTA -- Perusahaan bongkar muat (PBM) di Pelabuhan Tanjung Priok mengusulkan restitusi atau pengembalian pembayaran sebesar 10% terhadap kegiatan penumpukan barang di pelabuhan Tanjung Priok, guna menertibkan pemberlakuan tarif storage sesuai SK Direksi Pelindo II.
Juswandi Kristanto, Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) DKI Jakarta mengatakan sesuai dengan SK Direksi Pelindo II No: HK.56/1/14/PI.II-11 tanggal 1 April 2011, tarif penumpukan barang umum di gudang pelabuhan Priok Rp.2.750/ton per M3/hari, dan di lapangan Rp.2.250 per ton per hari.
Namun, sambungnya, selama ini pihaknya menerima keluhan dari pemilik barang yang masih ditarik biaya storage oleh PBM tertentu diluar ketentuan direksi Pelindo II.
“Kami APBMI akan mengontrol anggota kami tersebut dan kami usulkan restitusi dari kegiatan storage 10% ke Pelindo Priok,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (3/7).
Juswandi menjelaskan pasca pemberlakuan tarif bongkar muat atau ongkos pelabuhan pemuatan dan ongkos pelabuhan tujuan (OPP-OPT) di Pelabuhan Tanjung Priok per 1 Juli 2013, saat ini PBM di Priok berupaya menekan biaya logistik agar dapat menangani langsung kegiatan pindah lokasi penumpukan (PLP) kargo impor jenis breakbulk di dermaga konvesional Priok.
“Kami juga sudah usulkan supaya PBM bisa menangani ini (PLP breakbulk) dan kegiatan ini sifatnya long distance, sehingga biayanya tidak membebani pemilik barang,” paparnya.
Dia menegaskan selama ini PBM tidak dilibatkan dalam pengaturan pemindahan barang-barang itu, padahal PBM mengklaim yang melakukan bongkar muat dan masih bertanggung jawab atas kondisi kargo impor itu sampai barang diserahkan di atas truk penerima barang.
Namun, menurut Sekjen Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo) Syamsul Hadi, penanganan kegiatan PLP kargo impor jenis breakbulk itu mesti dibicarakan terlebih dahulu dengan pelaku usaha dan asosiasi terkait di Pelabuhan Priok.
“Rencananya Jumat pekan ini akan dibahas, termasuk tarif dan mekanisme pelaksanaannya. Kita tunggu saja bagaimana hasil pembahasannya dengan asosiasi,” ujarnya kepada Bisnis per telepon, Rabu (3/7).
Sebelumnya, Ketua Forum Pengusaha Pengurusan Jasa Transportasi dan Kepabeanan (PPJK) Pelabuhan Tanjung Priok, M.Qadar Zafar mendesak manajemen Pelindo II Tanjung Priok menata ulang sekaligus menyeleksi kembali mitra perusahaan PLP yang mengerjakan aktivitas relokasi kargo jenis tersebut di Pelabuhan Tanjung Priok.
Pasalnya, kata Qadar, kini terlampau banyak jumlah mitra PLP itu, padahal belum tentu mereka memiliki fasilitas pergudangan maupun lapangan penimbunan sendiri untuk menampung kargo breakbulk tersebut. ”Apalagi tarifnya juga tidak pernah transparan dan belum ada aturannya. Kondisi inilah yang memicu biaya tinggi di pelabuhan Priok,” ujarnya.
Qadar menyatakan, mitra PLP yang tidak memiliki lapangan dan gudang di lini 2 Pelabuhan Priok hanya berperan sebagai broker dengan meraup keuntungan akibat terbatasnya lahan penimbunan di sisi dermaga atau lini 1.