BISNIS.COM, JAKARTA--Perusahaan tambang dan perusahaan jasa tambang dituntut lebih memperhatikan nasib warga dan lingkungan di sekitar area tambang.
Pertambangan dari berbagai sektor menyimpan potensi yang besar . Namun, potensi tersebut sering kali tersandung kebijakan dan sikap pengusaha sendiri.
Vice Chairman Research and Technology Kamar Dagang Indonesia Ilham Habibi mengatakan siklus pertumbuhan bisnis pertambangan dapat dikatakan tidak kecil, sehingga pelaku dunia tambang seharusnya melihat sekitar lokasi yang
dapat menunjang agar bisa berkelanjutan.
"Dengan pendapatan negara yang disumbang 11,22%, pertambangan merupakan kegiatan yang menjanjikan," ujarnya di acara Musyawarah Nasional III Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia, Senin (17/6/2013).
Industri pertambangan saat ini masih berada dalam tataran Jawa sentris. Artinya, lokasi pertambangan ada di luar Jawa, tetapi pengolahan dan tujuan utama pengiriman berada di Pulau Jawa. Dalm hal ini, pengolahan sebaiknya berada di dekat pertambangan dan diprioritaskan untuk wilayah tersebut.
Industri pertambangan memiliki beberapa isu yang sering menghambat antara lain konflik lahan, lingkungan,infrastruktur, teknologi, lahan, koordinasi dengan pemerintah, insentif, dan infrastruktur. Dalam hal ini, sebagai contoh adalah pembangunan smelter yang sedang digalakkan.
Saat ini, tuntutan yang dirasakan pengusaha terutama tambang mineral adalah pemurnian. Pengusaha sering mempertanyakan listrik yang akan memasok smelter. Berkaitan dengan ini pula, terdapat hal mendasar yang sering diabaikan adalah masalah lingkungan dan konflik dengan masyarakat karena pencemaran lingkungan. Untuk mengatasi ini inovasi dan teknologi dapat menjadi satu solusi.
"Solusinya, menggunakan energi terbarukan. Selain ramah lingkungan, penggunaannya juga bisa memberdayakan masyarakat," ujar Ilham.
Di samping permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan tambang dengan masyarakat dan lingkungan, hal yang sering tidak memudahkan industri tersebut adalah birokrasi. Kerumitan birokrasi selain dalam regulasi juga hak paten untuk teknologi yang berkaitan dengan tambang.
Dia mengatakan, ini disebabkan karena Indonesia masih dalam tahap negara berkembang. Oleh karena itu, apresiasi terhadap akademisi atau teknologi masih bersifat pragmatis.