BISNIS.COM, JAKARTA—Kendati terus menjadi polemik di masyarakat, pemerintah belum dengan tegas memutuskan dan mengumumkan akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Hingga kini, salah satu upaya menyelamatkan fiskal itu masih dalam bentuk rencana penaikan harga BBM bersubsidi.
SBY menegaskan rencana penaikan harga BBM bersubsidi adalah sepenuhnya wewenang pemerintah yang tidak bisa dibatalkan oleh penolakan DPR.
“Semua tahu DPR dalam posisi tidak menolak [penaikan harga BBM bersubsidi] karena itu kewenangan pemerintah. Ini jalan terakhir yang harus pemerintah jalankan untuk perekonomian Indonesia,” tegas SBY seperti yang dilaporkan harian Bisnis Indonesia, Kamis (13/6/2013).
Menurutnya, pemerintah telah mengantisipasi gejolak perekonomian global melalui pembahasan RAPBN-P yang memiliki tenggat waktu hingga 17 Juni itu.
Salah satu efisiensi yang dilakukan pemerintah, jelasnya, adalah dalam bentuk rencana penaikan harga BBM bersubsidi dan pemotongan anggaran belanja beberapa kementerian/lembaga.
SBY menjelaskan dalam RAPBN-P, pemotongan anggaran belanja K/L diterapkan dengan hati-hati dan dalam skala yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kebijakan serupa di negara lain.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menjelaskan pernyataan Presiden merupakan penegasan kepada pasar bahwa pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi.
“Kebijakan pemerintah yang menyebabkan pasar kehilangan confidence itu tidak ada. Pemerintah akan menyesuaikan harga BBM sambil menyesuaikan fiskal negara,” katanya.
Pada bagian lain, pemerintah dan Badan Anggaran DPR menyepakati sementara penurunan defisit anggaran RAPBN-P menjadi 2,38% terhadap PDB dari usulan awal 2,48%.
Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengatakan upaya penurunan defisit dari usulan awal itu menunjukkan kehatian-hatian dalam rangka menjaga kesehatan fiskal dan kondisi makro ekonomi.
Di sisi pendapatan, terjadi peningkatan sebesar Rp13,68 triliun menjadi Rp1.502 triliun dari usulan awal sebesar Rp1.488,32 triliun.
Namun di sisi belanja negara, terjadi juga peningkatan sebesar Rp4,16 triliun menjadi Rp1.726,19 triliun dari usulan awal Rp1.722,03, lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan pendapatan.
Alhasil, defisit anggaran pun menurun menjadi Rp224,19 triliun atau 2,38% terhadap PDB. (Hedwi Prihatmoko)