BISNIS.COM, JAKARTA—Sistem monitoring dan pengendalian (SMP) bahan bakar minyak (BBM) subsidi akan berlaku efektif secara bertahap pada 1 Oktober 2013 di Jakarta, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
Ali Mundakir, Vice President Corporate Communication PT Pertamina, mengatakan pemasangan alat pengendali (radio frequency identification/RFID) di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) sudah dilakukan secara terbatas. Rencananya, pertengahan Juni nanti akan dilakukan pemasangan secara masif di 276 SPBU yang ada di Jakarta.
“Pemasangan RFID untuk kendaraan bermotor di Jakarta mulai dilakukan pada Juli 2013 dan akan ada waktu sosialisasi selama 3 bulan. Jadi pengendalian akan mulai berjalan 1 Oktober 2013,” katanya di Jakarta, Jumat (31/5).
Sesuai jadwal Pertamina, pada Agustus 2013 mulai diterapkan di kendaraan di wilayah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Lalu pada September 2013 di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Banten dan sebagian wilayah Jawa Barat.
Selanjutnya pada Oktober 2013 akan di pasang di sebagian wilayah Jawa Barat lainnya dan November 2013 akan dipasang di Riau, Sumatra Barat, Jambi, Sumatra Selatan, dan Bangka Belitung. Kemudian pada Desember 2013 akan dipasang di Aceh serta Sumatera Utara.
Selanjutnya, pada Januari 2014 RFID akan dipasang di Kepulauan Riau, Bengkulu, Lampung, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan jumlah SPBU 298 unit. Februari 2014 di 618 SPBU Jawa Tengah, Maret 2014 di 836 SPBU Jawa Timur, April di Bali dan Nusa Tenggara 295 SPBU, Mei di Gorontalo dan Sulawesi 348 SPBU, Juni 2014 di Maluku dan Papua 145 SPBU.
Ali mengungkapkan pemasangan RFID nantinya dapat dilakukan di SPBU, mal, terminal, instansi pemerintah, dan BUMN. Alat kendali itu dapat dipasang di kendaraan milik masyarakat secara gratis.
“RFID kami rancang untuk sekali pakai, jadi kalau dibongkar akan rusak. Tetapi kalau rusak tidak disengaja akan diganti secara gratis,” jelasnya.
Sementara Deputi Technical Support PT Industri Telekomunikasi Indonesia Parwito mengatakan investasi teknologi RFID ini mencapai Rp200 juta untuk setiap SPBU-nya. Investasi itu sudah termasuk RFID reader, HMI dan server, serta perangkat wireless.
“Kalau untuk 1 SPBU paling tidak membutuhkan Rp200 juta. Tetapi kalau RFID-nya saja itu tidak sampai US$5 untuk setiap alatnya,” katanya.
Parwito mengungkapkan saat ini pihaknya masih menunggu RFID yang didatangkan dari China dan Korea Selatan. Selain itu, sekitar 30% RFID berasal dari produsen dalam negeri.