BISNIS.COM, JAKARTA – Badan Pengawasan Obat dan Makanan akan memperjuangkan untuk mewajibkan seluruh produk kosmetik mencantumkan nomor notifikasi dalam Peraturan Menteri Kesehatan guna meminimalisir peredaran kosmetika ilegal yang beredar di Indonesia.
Deputi Badan Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen BPOM Bahdar J. Hamid mengatakan selama ini tidak ada kewajiban bagi produk kosmetik untuk mencantumkan nomor notifikasi sehingga produk ilegal mendapatkan ruang untuk berkembang.
“Di negara berkembang, pemalsuan kosmetik lebih banyak, dan masyarakat banyak yang tidak peduli. Selama produknya murah dan berkhasiat langsung dipakai, pengawasan menjadi susah. Karena itu, kami rasa perlu untuk setiap produk kosmetik mencantumkan notifikasi sehingga bisa langsung dicek ke BPOM,” ucapnya, di sela acara “Salah Pilih Kosmetik dan Produk Berbahaya Berujung Celaka”, Kamis (30/5/2013).
Ketua Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetik Indonesia (PPAKI) Putri K Wardani menyambut baik usul dari BPOM tersebut. Selain itu dia juga mengusulkan kepada Ditjen Pajak untuk mengharuskan perusahaan kosmetik mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di label.
“Ini penting supaya bisa ketahuan produk ilegal dan mudah untuk dilacak,” ucapnya.
Dalam kurun tiga bulan pertama tahun ini, BPOM sudah menemukan 17 item dari lima merek kosmetika yang mengandung bahan berbahaya dan tidak memiliki nomor pendaftaran atau notifikasi di kemasan produk.
Antara lain krim harian, krim malamm dan lotion dengan merek Tabita produksi Malaysia yang mengandung merkuri dan raksa; Walet cream mild night cream dari merek Green Alvina yang diproduksi oleh PT Alvina Rizky Abadi yang ternyata mengandung asam retinoat dan hidrokinon.
Lima produk kosmetik bermerk Chrysant yang mengandung bahan berbahaya seperti hidrokinon, merkuri, dan retinoat; Sunblock acne cream dan acne morning dengan merek Hayfa; serta tiga produk dari dr.Nur Hidayat Sp.KK yang mengandung resorsinol, asam retinoat, dan hidrokinon.
Meski tidak memiliki izin edar, namun produk kecantikan dengan lima merek tersebut biasanya ditemukan pada klinik-klinik kecantikan, tempat spa, pasar jatinegar, dan yang paling banyak melalui penjualan situs online. “Ini produk-produk yang berbahaya dan ilegal, sudah dimusnahkan dari peredaran,” ucapnya.
Selain lima merek tersebut, ditemukan juga beberapa merek kosmetik terkenal yang sering dipalsukan seperti Mac, Sephora, Channel, Benefit, Etude House, dan lainnya.
Minimnya pengetahuan membuat masyarakat sering terkecoh apalagi harga yang ditawarkan jauh lebih murah. Masyarakat dengan ekonomi rendah yang ingin menggunakan kosmetika bermerk jadi mudah terpancing.
“Kami akan terus melakukan penelusuran terhadap seluruh produk kosmetik yang beredar, selain itu juga akan mempersiapkan dan memperbanyak jumlah pegawai dan laboratorium untuk melakukan peneilitian. Karena menjelang 2015, ini mesti dikuatkan kalau tidak pasti akan menjadi bumerang.”