BISNIS.COM, JAKARTA—Pemilik barang di Pelabuhan Tanjung Priok bakal dikenakan congestion surcharge atau biaya tambahan akibat kepadatan di pelabuhan menyusul rencana aksi setop operasi pelayanan jasa kepelabuhanan di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.
Karenanya, pemilik barang mengharapkan semua pemangku kepentingan di Pelabuhan Tanjung Priok mengedepankan dialog untuk mencari solusi persoalan ketimbang melakukan aksi setop operasi pada 3 Juni.
Sekjen Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Achmad Ridwan Tento mengatakan, jika setop operasi dilakukan maka pemilik barang yang akan menanggung kerugian terbesar, karena lalu lintas barang ekspor impor terganggu.
Kerugian itu, kata dia, berupa demurrage atau kelebihan pemakaian kontener serta biaya penumpukan (storage) di pelabuhan.
“Siapa yang mau menanggung biaya demurrage dan storage itu? Belum lagi jika kami harus menanggung congesti on surcharge, belum lagi pelabuhan Priok akan di-black list dunia internasional,” ujarnya kepada Bisnis hari ini, Rabu (22/5/2013).
Dia mengatakan hal itu, merespon pertemuan tertutup forum komunikasi asosiasi penyedia dan pengguna jasa di pelabuhan Tanjung Priok yang membahas rencana setop operasi pada 3 Juni 2013, di seluruh pelabuhan Indonesia, termasuk di Pelabuhan Priok.
Ridwan menyatakan, dampak setop operasi pelayanan jasa pelabuhan bakal merugikan perekonomian nasional serta kegiatan industri terganggu. “Bahan baku ke pabrik tidak bisa di kirim dan ini akan sangat mengganggu proses produksi,” tuturnya.
Untuk itu, GINSI mengharapkan manajemeni Pelindo II Tanjung Priok segera melakukan dialog dengan seluruh pelaku usaha di pelabuhan tersebut guna mengurai persoalan yang terjadi.