Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KEBUN SAWIT: Gapki Tidak Terima Tudingan Perusak Lingkungan

BISNIS.COM, MEDAN--Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (Gapki) mengajak Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Greenpace, serta pemangku kepentingan sawit lain melakukan dialog untuk mencari titik temu mengenai pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.Ketua

BISNIS.COM, MEDAN--Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (Gapki) mengajak Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Greenpace, serta pemangku kepentingan sawit lain melakukan dialog untuk mencari titik temu mengenai pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Ketua Umum Gapki Pusat Joefly J Bahroeni mengajak lembaga sosial masyarakat (LSM) dan pegiat lingkungan yang selama ini menuduh sawit sebagai perusak lingkungan agar duduk satu meja mendiskusikan bahwa perkebunan kelapa sawit  tidak merusak lingkungan.

“Kami mengajak seluruh pegiat lingkungan dan pemangku kepentingan sawit lain duduk satu meja untuk mendiskusikan pengembangan kelapa sawit di Indonesia. Dengan demikan ada satu titik pandang yang sama untuk menghadapi kampanye negatif yang dihembuskan pesaing minyak sawit mentah yang merugikan Indonesia,” ujarnya di Medan, Senin (21/5/2013).

Menurut dia, tanpa bermaksud menggurui pegiat lingkungan bahwa selama ini ada yang membangun stigma bahwa kerusakan lingkungan di Indonesia karena pembukaan perkebunan kelapa sawit.

Padahal, lanjutnya, secara ilmiah pembangunan perkebunan kelapa sawit justru menutupi areal atau lokasi yang selama ini sudah ditebangi dan menjadi lahan kritis.

“Jadi yang dilakukan pengusaha perkebunan selama ini adalah membangun kawasan baru dengan tanaman kelapa sawit yang mampu menyerap carbon dioksida yang dihasilkan negara industri,” tuturnya.

Kalau Uni Eropa mengatakan pembukaan perkebunan kelapa sawit merusak lingkungan, paparnya, “Ya...jangan dibeli dong minyak kelapa sawit Indonesia.”

Faktanya, kata managing direktor PT PP London Sumatera Tbk itu, Uni Eropa adalah pembeli minyak sawit Indonesia nomor tiga setelah India dan China.

Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Gapki Pusat Tungkot Sipayung mengatakan dari sejumlah penelitian yang dibuat oleh negara-negara industri terbuksi bahwa perkebunan kelapa sawit (Indonesia) bukan pengemisi gas rumah kaca terbesar di dunia.
“Pengemisi gas terbesar itu adalah China, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Sedangkan Indonesia hanya memberikan sumbangan yang relatif kecil,” tuturnya.

Tungkot menilai  isu lingkungan yang dihembuskan negara industri terhadap perkebunan kelapa sawit tidak terlepas dari persaingan bisnis dengan minyak nabati lain yang dihasilkan sejumlah negara maju.

Sejak 1980-an, paparnya, minyak sawit sudah dituding sebagai salah satu penyebab kolesterol yang tinggi pada manusia.

Setelah tudingan itu terbantahkan lewat penelitian, paparnya, pada era 1990-an tudingan terhadap minyak sawit diubah dari penyebab tingginya kolesterol menjadi penyebab penyakit jantung.

Ketika tudingan itu terbantahkan lewat penelitian ilmiah, paparnya, negara industri terutama penghasil minyak nabati lain di dunia mengaitkan perkebunan kelapa sawit dengan isu lingkungan.

Fakta menunjukkan, kata dia, tanaman kelapa sawit bukan penyebab kerusakan lingkungan, namun bisa meningkatkan curah hujan di kawasan yang selama ini sudah tandus.

Demikian juga lahan gambut yang dibuka menjadi perkebunan kelapa sawit, paparnya, mampu menyerap carbon dioksida yang dihasilkan negara industri.

Sedangkan methan (CH4) yang dipersoalkan sebagai penyebab gas rumah kacara, paparnya, ternyata bukan dihasilkan Indonesia tapi negara Rusia, China, dan Asia Oceani.

Sekarang, kata dia, Australia dan Afrika ramai-ramai mengundang investor untuk mengembangkan kelapa sawit di negara masing-masing.

Soalnya, selain mampu menjadi alternatif pangan untuk memenuh kebutuhan dunia, juga mampu menyerap carbon dioksida yang dihasilkan negara industri.

“Anda boleh cek. Australia sekarang ini sedang mengembangkan perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran. Demikian juga sejumlah negara di Afrika mengundang investor dari Indonesia untuk membuka perkebunan kelapa sawit di sejumlah negara Afrika yang sudah tandus.” (yop)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Writer
Editor : Yoseph Pencawan
Sumber : Master Sihotang
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper