Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDUSTRI MIGAS: SKK Migas Didesak Keluarkan Pedoman Tata Kelola EOR

BISNIS.COM, JAKARTA-Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) harus segera mengeluarkan pedoman tata kelola yang mengatur penggunaan teknologi tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR).

BISNIS.COM, JAKARTA-Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) harus segera mengeluarkan pedoman tata kelola yang mengatur penggunaan teknologi tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR).

Komaidi Notonegoro, Pengamat Energi Reforminer mengatakan pedoman tata kelola EOR sangat diperlukan untuk memberikan kepastian dalam pengembangannya. Pasalnya, EOR merupakan metode yang membutuhkan teknologi dan biaya yang cukup tinggi.

“Aturan mengenai EOR ini memang harus segera dikeluarkan untuk memastikan tata kelola EOR. Karena target 1 juta barel per hari tidak mungkin dilakukan tanpa produksi dari EOR," katanya, Senin (20/5/2013).

Saat ini, paparnya, pemerintah tidak mungkin dapat memberikan insentif fiskal untuk pengembangan EOR. Alasannya, insentif itu dapat mengganggu postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun ini.

Akan tetapi, SKK Migas dapat menerapkan kebijakan no cure no pay dengan tegas untuk mempercepat proses produksi dari metode EOR yang digunakan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

Saat ini KKKS yang sudah melakukan EOR antara lain Medco yang menerapkan di Lapangan Kaji Semoga, Rimau Asset, Sumatera Selatan. Selain itu, sebagian produksi Chevron berasal dari proses produksi yang menggunakan EOR.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan insentif kegiatan EOR tidak harus diberikan dalam bentuk insentif pajak. Pemerintah harus melihat keekonomian kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) yang dimiliki oleh KKKS sebelum memutuskan untuk memberikan insentif.

“Kami akan lihat cost recoverynya dulu, kalau bisa dari cost recovery mungkin akan lebih mudah. Di minyak itu kan tidak terlalu banyak pajaknya, karena memang rezimnya bukan pajak,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lili Sunardi
Editor : Yusran Yunus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper