BISNIS.COM, JAKARTA—Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia menilai pemerintah melanggar hak azasi manusia yang diatur dalam konstitusi. Hal ini berkaitan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan No. 78/2013 tentang Penetapan Golongan dan Tarif Cukai Hasil Tembakau Terhadap Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau yang Memiliki Hubungan Keterkaitan.
Menurut Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) hasan Aoni Aziz US, PMK itu akan mengenakan cukai sangat tinggi antarpengusaha rokok yang memiliki hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan ke samping hingga dua derajat.
“Aturan ini sangat diskriminatif, industri rokok kretek Indonesia sebagian besar berbasiskan keluarga, kalau diterapkan maka seluruh perusahaan rokok kretek di Indonesia jelas mati,” katanya, Kamis (16/5).
Kebijakan itu tercantum dalam Pasal Peraturan Menteri Keuangan 2 huruf d pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.78/2013 yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada 12 April 2013 dan mulai berlaku pada 10 Juni 2013.
Hasan menuturkan aturan ini melengkapi beleid lain, dalam PMK No.200/2008 dan PMK No.191/2010 tentang Tata Cara Pencabutan dan Pembekuan Nomor Pokok Pengusaha Rokok.
Hubungan sedarah dimaksud misalnya hubungan antara ayah ibu dan anak, sedangkan hubungan semenda dua derajat yang dimaksud adalah saudara kandung hingga ipar.
“Artinya, pengusaha rokok yang punya hubungan keluarga walaupun keduanya memproduksi rokok golongan berbeda akan dikenakan satu cukai rokok,” tegasnya.
Untuk diketahui, perusahaan rokok dibagi dalam tiga golongan, yakni Golongan III adalah yang volume produksinya hingga 300 juta batang per tahun, Golongan II produksinya antara 300 juta-2 miliar batang per tahun dan Golongan I yang produksinya di atas dua miliar batang per tahun.
Hasan menyatakan alasan pemerintah mengeluarkan kebijakan ini karena dianggap dapat menjadi siasat pengusaha rokok untuk menghindari cukai rokok yang ditetapkan pemerintah tiap tahunnya sangat tidak masuk akal.
“Pemerintah tidak pernah survei dan menjaring aspirasi pengusaha terkait kebijakan ini dan alasannya mengada-ada. Ini jelas merusak heritage sosial bangsa ini,” ungkapnya.