BISNIS.COM, JAKARTA – Perbedaan harga solar dan premium dinilai tidak mengurangi dampak signifikan terhadap inflasi meskipun pemerintah beralasan untuk mengendalikan kenaikan biaya transportasi.
Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa tetap memperkirakan inflasi berada di level 7% hingga akhir tahun jika rencana kenaikan harga BBM bersubsidi direalisasikan pemerintah.
Perhitungannya, setiap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) 10%, akan menambah inflasi 0,7%.
Kenaikan harga solar Rp1.000 menjadi Rp5.500 per liter akan menimbulkan tambahan inflasi 1,55%, sedangkan kenaikan harga premium Rp2.000 menjadi Rp6.500 per liter akan memberikan tambahan inflasi 3,12%.
Dengan demikian, tambahan inflasi rata-rata sekitar 2,34%.
Jika pemerintah semula mematok inflasi tahun ini terjaga di level 4,9%, maka dengan kenaikan harga BBM bersubsidi, inflasi hingga akhir 2013 diperkirakan mencapai 7,2%.
“Saya tidak tahu apa yang terjadi pada sistem perekonomian kita. Seperti ada interaksi bahawa setiap ada kenaikan segini, kenaikan biaya transportasi tidak jauh-jauh amat dari itu. Jadi, (perbedaan harga) rasanya tidak mengurangi dampak signifikan terhadap inflasi,” katanya, Selasa (14/5/2013).
Inflasi, lanjutnya, memang tidak terhindarkan akibat kenaikan harga BBM. Selama 6-9 bulan pertama, laju perekonomian cenderung stagnan akibat kenaikan biaya operasional di sejumlah sektor.
Pertumbuhan ekonomi dapat terbantu jika pemerintah mempercepat penyerapan anggaran, terutama untuk pembangunan infrastruktur.
“Ekonomi akan jalan lagi dari sisi fiskal. Hanya sayangnya dalam lima tahun terakhir, itu (penyerapan anggaran) tidak bisa diperbaiki dengan signifikan,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyampaikan kenaikan harga solar yang lebih rendah akan menahan tambahan inflasi di kisaran 1,5%-1,6%.
Agar inflasi tak bergerak liar, pemerintah berupaya mengendalikan inflasi pangan, misalnya dengan melakukan intervensi melalui operasi pasar daging sapi. (ra)