BISNIS.COM, JAKARTA--Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan berjanji mempermudah pemanfaatan pohon gaharau hasil budidaya guna mendukung kebijakan rehabilitasi lahan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan.
Menurutnya, pemanfaatan hasil hutan dari kegiatan penanaman selayaknya dibedakan dengan pemanfaatan hutan alam secara langsung. Kemudahan yang diberikan bagi pemanfaatan komoditas kayu tanaman nantinya diharapkan dapat mendorong masyarakat menanam pohon penghasil gaharu.
"Seharusnya pengangkutan gaharu hasil budidaya tidak boleh dipersulit. Apalagi potensi ekonomi dari gaharu ini cukup besar karena harganya mahal," ujar Zulkifli (25/04).
Gaharu saat ini tercatat dalam apendik II CItes (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora atau yang juga dikenal dengan sebutan Konvensi Washington), sebab itu perdagangannya diatur dalam kuota guna mempertahankan kelestarian di alam.
Adapun penetapan kuota gaharu di Indonesia diatur oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang mengambil peraan sebagai otoritas Cites.
Pemanfaatan getah berbau harum tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar, juga dalam Keputusan Menteri Kehutanan No 447/2003.
Merujuk kedua aturan, gaharu dikenakan surat angkutan tumbuhan dan satwa. Perdagangan juga harus dilakukan dengan izin pengedar tumbuhan dan satwa.
Padahal bahan baku aromaterapi dan dupa ini dapat bernilai hingga Rp300 juta/ kg jika memiliki kualitas terbaik. sedangkan pasar utamanya adalah Timur Tengah dan China
Oleh karena itu, Zulkifli menegaskan perlu adanya solusi kemudahan bahan baku gaharu sebagai insentif bagi mereka yang telah melakukan penanaman, apalagi saat ini telah ditemukan teknologi inokulasi jamur fusarium yang dapat menghasilkan gaharu dari pohon yang ditanam. (if)