BISNIS.COM, BANDUNG—Jawa Barat meningkatkan penggunaan benih kakao bersertifikat naik dua kali lipat dari areal tanam pada 2011 seluas 10.828 hektare menjadi di atas 20.000 hektare.
Kepala Bidang Program Data Statistik Dinas Perkebunan (Disbun) Jabar Agus Sutirman mengatakan volume produksi kakao bersertifikat rerata 225 kilogram per hektar, dan pada 2011 produksinya sebesar 2.220 ton setahun, dari sentra produksi di Ciamis.
Saat ini, ujarnya, kesadaran petani untuk menggunakan benih bersertifikat mulai tumbuh."Hanya perkembangan produksi lamban, karena kakao termasuk karakter tanaman tahunan, sehingga masa panen butuh waktu lama,” katanya kepada Bisnis, Kamis (25/4/2013).
Dia menjelaskan Jabar mengandalkan sentra produksi di Ciamis dengan areal tanaman 5.419 hektare, dan jumlah produksi 620 ton per tahun.
Kepala Bidang Produksi Dinas Perkebunan (Disbun) Jabar Hendi Jatnika mengakui mayoritas petani kakao di Jabar tidak mampu membeli benih bersertifikat, karena alasan biaya.
"Padahal produk kakao bersetifikat bisa dijual ke mancanegara dengan harga lebih tinggi. Sedangkan produk lokal dijual di pasar domestik atau pengepul dengan harga di kisaran Rp17.000–Rp18.000 per kilogram," jelasnya.
Menurutnya, benih yang beredar, baik yang dijual atau insentif bagi petani, wajib bersertifikat yang telah ditetapkan Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB) tanaman perkebunan. Hal ini sesuai dengan UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Sertifikasi benih kakao tersebut bertujuan untuk memenuhi varietas benih unggul yang sudah melalui tahapan pengujian selama 3 tahun, mulai dari kejelasan asal usul benih, tingkat pertumbuhannya, kekebalan terhadap serangan hama, dan tahapan lainnya.
Selain itu, pasokan benih kakao di Jabar saat ini berasal dari daerah Jember, sebagai sentra benih unggul yang bersertifikat.
Sementara itu, Kepala Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB) Jabar Hermin Karlina mengatakan benih merupakan penentu awal peningkatan produksi perkebunan.
Menurutnya, prosedur sertifikasi benih kakao terus ditingkatkan, untuk memberikan jaminan mutu benih bagi pengguna.
"Legalitas benih kakao diberi label untuk menjaga varietasnya dan kualitas benih yang ditanam dapat diproduksi sesuai dengan yang diharapkan para petani,” tuturnya.
Dia mengungkapkan proses penilaian kelayakan teknis dan administrasi terhadap benih melalui tahapan pengujian dan pengawasan sesuai dengan persayaratan.
Biasanya, membutuhkan waktu 4—5 minggu dengan biaya Rp15 per pohon, jika proses sertifikasi telah lolos masa pengujian.
Teknis sertifikasi benih mencakup pemeriksaan lapangan untuk menguji kemurnian variaetas, kesehatan tanaman, fisik benih, kemurnian mutu fisik benih, daya kecambah dan ukuran kadar airnya.
Selain itu, penilainan benih dilihat dari asal usul benih dan memenuhi standar mutu benih yang ditetapkan pemerintah mencakup umur, tinggi, jumlah dan warna daun, lilitan batang, kesehatatan tanaman.(k6/k32)
Jabar Genjot Penanaman Benih Kakao Bersertifikat
BISNIS.COM, BANDUNG—Jawa Barat meningkatkan penggunaan benih kakao bersertifikat naik dua kali lipat dari areal tanam pada 2011 seluas 10.828 hektare menjadi di atas 20.000 hektare.Kepala Bidang Program Data Statistik Dinas Perkebunan (Disbun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
12 menit yang lalu
Menaker Target Aturan Upah Minimum Terbit Akhir November 2024
12 jam yang lalu