BISNIS.COM,JAKARTA—Kementerian Perdagangan kembali menemukan 88 produk yang diduga melanggar ketentuan Undang Undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Produk temuan ini merupakan hasil pengawasan dari Januari hingga Maret 2013.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan ini adalah jumlah pelanggaran terbesar jika dilihat durasinya yang baru 3 bulan. Produk itu ditemukan di Gorontalo, Jakarta, Bandung, Dumai, Medan, Tanjungpinang, dan Solo.
"Sebesar 64% dari pelanggaran ini berasal dari impor. Paling banyak berasal dari China dan dua produk masing-masing dari Jerman serta Jepang. Namun, kami tidak tahu apa benar dari negara tersebut, karena hanya dilihat dari tulisan yang tertera dalam produk," ungkapnya, Senin (22/4).
Pengawasan tahap pertama ini dilakukan terhadap pemenuhan Standar Nasional Indonesia (SNI), wajib terkait dengan Keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup (K3L).
Selain itu, pengawasan ini dilaksanakan berdasarkan indikator pemenuhan label Bahasa Indonesia, petunjuk penggunaan ataumanual dan kartu garansi dalam Bahasa Indonesia, serta legalitas perijinan barang impor.
Langkah yang akan dilakukan, lanjutnya, tindakan penyelidikan terhadap dua produk baja lembaran lapis seng, teguran terhadap 24 produk yang tidak memenuhi ketentuan label, dan meminta perusahaan untuk segera menghentikan peredaran produk.
"Apabila telah terbukti, produk tersebut akan ditarik dari peredaran," tegasnya.
Bayu menjelaskan penegakan hukum sepanjang 2012 membutuhkan proses yang lama. Hal ini disebabkan adanya bottle neck, tidak semua penuntut ahli dalam bidang perlindungan konsumen, dan juga sistem peradilannya.
Kemendag, sambungnya, akan menggunakan pendekatan perdagangan, yakni melalui Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) mengirimkan surat edaran kepada badan penyelesaian sengketa konsumen. Selain itu, produk yang ditemukan harus disosialisasikan ke Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)setempat.
Menurutnya, konsumen mempunyai posisi tawar yang kuat untuk menentukan dan tidak membeli barang tersebut. Sayangnya, harga yang lebih murah menjadi pertimbangan lain sehingga akhirnya tetap membeli. "Lebih baik mahal sedikit, tetapi aman dan selamat," ujarnya.
Peran kementerian dalam perlindungan konsumen ini, imbuhnya, akan semakin penting saat Masyarakat Ekonomi Asean dimulai pada akhir 2015. Indonesia, dengan pertumbuhan ekonomi stabil dan tingginya populasi kelas menengah akan menjadi sebuah pasar yang potensial bagi negara lain.
Kemendag menyadari bahwa selama ini sistem yang dimiliki belum sempurna. Otoritas perdagangan akan menggandeng pihak lain yang terkait dan terbuka bila perlu ada regulasi yang diubah untuk meningkatkan pengawasan.
Wakil Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Satria Hamid menyatakan siap menyosialisasikan temuan produk Kemendag kepada seluruh anggota dan mengkoordinasikan dengan pemasok ritel. Pengawasan ini hendaknya dapat dilakukan secara rutin agar menjaga keamanan konsumen saat membeli produk.
"Kami belum tahu apakah merek yang ditemukan ini ada yang menjadi pemasok anggota Aprindo. Maka informasi sedetil mungkin sangat kami perlukan agar jelas saat mensosialisaikan ke pemasok," kata Satria.
Sekjen Indonesia Marketing Association (IMA) Andrianto Wijaya menekankan pada masalah edukasi. Masyarakat harus semakin cerdas akan hak dan ekspektasi akan suatu produk barang atau jasa.
"Kami sudah mencanangkan program Human Spirit Marketing pada anggota agar mereka menerapkan etika dan kejujuran dalam memasarkan, tidak hanya mengejar keuntungan semata," imbuhnya.