Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspadai Realisasi ICP Kuartal I/2012

BISNIS.COM, JAKARTA--Realisasi  ICP sepanjang kuartal I/2012 yang mencapai rata-rata US$111,11/barel perlu diwaspadai karena apabila berlanjut sepanjang 2013, subsidi BBM berisiko melebar hingga Rp39,6 triliun-41,8 triliun. Berdasarkan data Kementerian

BISNIS.COM, JAKARTA--Realisasi  ICP sepanjang kuartal I/2012 yang mencapai rata-rata US$111,11/barel perlu diwaspadai karena apabila berlanjut sepanjang 2013, subsidi BBM berisiko melebar hingga Rp39,6 triliun-41,8 triliun.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi ICP (Indonesia Crude Price) sepanjang Maret 2013 mencapai US$107,42/barel atau turun US$7,44/barel dibandingkan harga ICP Februari 2013 yang mencapai US$114,86/barel. Adapun pada Januari 2013, harga ICP tercatat US$111,07/barel.

Dengan demikian, rata-rata ICP sepanjang Januari-Maret 2013 mencapai US$111,11/barel atau lebih tinggi US$11,11 dari asumsi ICP dalam APBN, yakni US$100/barel.

Wakil Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro menuturkan naiknya harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price) memberikan tambahan penerimaan. Namun, penambahannya lebih kecil dibandingkan pembengkakan belanja subsidi yang harus ditanggung APBN.

"Perhitungan kami, setiap kenaikan ICP US$1/barel, subsidi BBM naik sekitar Rp3,6 triliun-3,8 triliun. Sedangkan tambahan penerimaannya Rp2,5 triliun-3 triliun. Jadi dampaknya negatif," ujar Komaidi saat dihubungi Bisnis, Rabu (3/4/2013).

Apabila kondisi rata-rata ICP sepanjang 2013 berada pada level US$111/barel seperti yang terjadi pada kuartal I/2013, maka subsidi BBM berisiko membengkak Rp39,6 triliun-41,8 triliun dari pagu APBN yang ditetapkan sebesar Rp193,8 triliun.

Namun Komaidi mengatakan realisasi ICP sepanjang tahun tidak dapat diukur hanya dari realisasi bulanan. Pola pergerakan harga ICP, imbuhnya, sangat tergantung pada kebutuhan, transaksi, dan faktor nonfundamental seperti lonjakan permintaan dan overkontrak.

"Harus dilihat minimal dalam 1 semester, trennya bagaimana. Baru dipertimbangkan apakah asumsi harus direvisi atau tidak," ujarnya.

Komaidi menambahkan tekanan terhadap pagu subsidi BBM juga berasal dari overkuota konsumsi BBM bersubsidi yang diproyeksi membengkak menjadi 48 juta-53 juta kiloliter dari kuota 46 juta kiloliter dan depresiasi nilai tukar rupiah.

Setiap depresiasi Rp100/US$, lanjutnya, subsidi BBM berisiko membengkak sekitar Rp3 triliun. Adapun saat ini, nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran Rp9.600-9.700/US$, atau terdepresiasi Rp300-400 dari asumsi pemerintah dalam APBN 2013, yakni Rp9.300/US$.

"Kalau kurs bergerak itu kan dampaknya ke penerimaan migas kecil, jadi ini akan memberikan tekanan lagi ke belanja subsidi," tuturnya.

Dalam jangka pendek, kata Komaidi, pemerintah harus melakukan pengendalian konsumsi sesuai kuota. Sedangkan dalam jangka panjang, pemerintah harus mampu memperbaiki tata niaga migas nasional, baik pada sisi hulu maupun hilir.

"Di sisi hulu lifting domestik harus ditingkatkan. Di sisi hilir pemerintah harus membangun kilang supaya impor BBM dapat dikurangi," ungkap Komaidi.

Rofyanto Kurniawan, Kepala Pusat APBN Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, mengatakan meski menunjukkan penurunan US$7,44/barel pada Maret 2013, namun rata-rata ICP masih di atas US$110/barel.

"Ini lebih tinggi dari asumsi US$100/barel, sehingga memberikan tekanan ke beban subsidi dan defisit anggaran," ujarnya.

Merujuk pada RAPBN 2013, setiap deviasi ICP sebesar US$1, defisit APBN melebar sebesar Rp0,33 triliun-0,68 triliun.

Lebih lanjut, Kepala Pusat Kebijakan Makro BKF Kemenkeu Luky Alfirman menambahkan asumsi ICP dalam APBN merujuk pada realisasi ICP dalam satu tahun. Adapun realisasi kuartal I/2013 ini akan terus dipantau.

"Kita akan terus monitor perkembangan yang terjadi. Jika memang diperlukan, asumsi itu akan disesuaikan pada saat yang tepat," pungkasnya. (msb)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Editor : Others
Sumber : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper