BISNIS.COM, JAKARTA - Keseriusan pemerintah dalam membangun kilang diragukan karena lambatnya keputusan pemerintah terkait rencana pembangunan kilang pengolahan minyak mentah oleh PT Pertamina (Persero) bersama investor Kuwait Petroleum Corporation dan Saudi Aramco.
Pengamat Energi dan ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan permintaan insentif oleh investor merupakan hal yang wajar. Pasalnya, negara lain seperti Thailand, China, dan Vietnam juga memberikan insentif yang sama bagi investor yang ingin membangun kilang.
“Keseriusan pemerintah untuk segera bangun kilang diragukan. Seperti hanya mau impor Bahan Bakar Minyak (BBM) turun dan neraca perdagangan tidak defisit, tapi tidak tahu instrumen dan kebijakan yang harus diambil apa,” katanya di Jakarta, Senin (1/4/2013).
Bila saat ini Pertamina mencari partner untuk membangun kilang, artinya Pertamina harus memulai segala sesuatunya dari nol lagi. “Tambah lama lagi dan realisasinya bisa makin tidak jelas kapan.”
Pertamina diketahui sudah mulai mencari partner lain untuk bekerja sama membangun kilang pengolahan minyak mentah di Indonesia.
Direktur Pengolahan Pertamina Chrisna Damayanto mengatakan belum mendapatkan kepastian dari pemerintah terkait rencana pembangunan kilang pengolahan minyak bersama partner, yakni Kuwait Petroleum Corporation dan Saudi Aramco.
Pertamina sendiri sempat memberikan batas waktu hingga Juni 2013 mengenai kepastian tersebut. Bila tak ada kepastian, pihaknya segera mencari partner lain.
“Tidak perlu menunggu Juni, sekarang kami sudah mulai mencari-cari. Kami tidak ingin mandek dengan suatu negara, banyak kok yang berminat bekerja sama dengan Pertamina,” kata Chrisna ketika dihubungi Bisnis.
Namun sayang, Chrisna enggan membocorkan negara yang sudah pihaknya Jajaki. Yang pasti, pihaknya tidak ingin membuang waktu terlalu lama untuk mencari partner.
Seperti diketahui, pemerintah menargetkan pembangunan tiga buah kilang minyak berkapasitas total 900.000 barel per hari bisa terealisasi pada 2018 dan 2019. Ketiga kilang tersebut adalah kilang yang akan dibangun Pertamina dengan Kuwait Petroleum, Kilang yang dibangun Pertamina dengan Saudi Aramco, dan satu kilang lagi yang rencananya menggunakan APBN. Hingga hari ini, belum ada satu pun konstruksi fisik yang dimulai.
Menurut Chrisna, untuk rencana pembangunan kilang bersama Kuwait Petroleum, pihaknya dan Kuwait Petroleum sudah menyerahkan hasil kajian kepada Kementerian Keuangan. Saat ini, pihaknya menunggu jawaban dari Kementerian Keuangan.
Dalam hasil kajian tersebut, Kuwait Petroleum Corporation meminta insentif berupa pengembalian investasi/IRR sebesar 15 %.
Sementara, rencana kerjasama dengan Saudi Aramco, lanjut Chrisna, Pertamina belum menerima market study dari pihak Saudi Aramco. Pertamina sendiri menunggu hasil kajian dari Saudi Aramco untuk kemudian diserahkan kepada Kementerian Keuangan.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang P.S Brodjonegoro mengatakan hasil kajian proposal sekaligus insentif yang diminta oleh investor Kuwait Petroleum masih dalam analisis. “Masih dianalisis,” katanya.
Sulitnya pihak Kementerian Keuangan memberikan persetujuan kepada para investor disebabkan banyaknya permintaan (insentif) yang diminta oleh investor.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Edy Hermantoro meminta Pertamina segera memutuskan status kerja sama pembangunan kilang dengan Saudi Aramco dan Kuwait Petroleum. "Sebelum Juni ini, sudah ada keputusan," ujarnya.