BISNIS.COM, JAKARTA—Tata kelola yang baik atau good governance merupakan dasar dari pengelolaan CSR yang memiliki enam unsur yang mengikat. Dua aspek pokok yang melandasinya adalah transparansi dan akuntabilitas.
Chairman Indonesia Business Links (IBL) Noke Kiroyan mengatakan keenam unsur tersebut diantaranya hak asasi manusia, ketenagakerjaan, dan lingkungan. Selain itu, masih ada isu konsumen atau pengguna, cara beroperasi yang berkeadilan, serta pemberdayaan komunitas.
“Kalo ada perusahaan yang mengaku komitmen CSR-nya tinggi, tetapi tidak mau menjabarkan apa yang dilakukan, itu salah kaprah. Mereka harus bisa menjelaskan darimana sumbernya, kalau ada pertanyaan berapa yang harus dikeluarkan harus mau menjelaskan,” kata Noke dalam konferensi pers Internasional CSR ke-4 di Jakarta, Rabu (13/3/2013).
Noke yang aktif berkarir di dalam dunia pertambangan mengatakan CSR itu adalah mengenai pengelolaan dampak. Perusahaan yang bergerak di bidang ekstraktif, dampak yang ditimbulkan akan lebih besar dibandingkan dengan perusahaan lain.
Mereka harus mampu bertanggung jawab dengan menganalisis dan melakukan mitigasi dampak untuk menghindari terjadinya ghost town setelah perusahaan tambang itu pergi.
“Di dalam pertambangan ada istilah sustainable minning. Perusahaan tambang dituntut harus mampu mengembangkan perekonomian masyarakat sekitar dengan membangun capacity building,” tuturnya.
Dia mencontohkan Melbourne Australia saat abad ke-19 yang belum apa-apa. Namun, setelah terdapat kegiatan pertambangan, kota tersebut semakin berkembang dan menjadi metropolitan seperti saat ini.