BISNIS.COM, JAKARTA-Pemerintah menargetkan pembangunan empat jalur jalan akses Medan-Bandar Udara Kualanamu rampung pada pertengahan tahun depan.
Jalan nasional sepanjang 14,5 Kilometer tersebut nantinya juga akan dilengkapi dengan sebuah jembatan layang (fly over) sepanjang 1 km. Kementerian Pekerjaan Umum mengganggarkan Rp115 miliar untuk membangun jalan akses empat lajur itu.
Menteri PU Djoko Kirmanto menjelaskan pembangunan jalan akses Bandara Kualanamu terhambat karena sulitnya pembebasan lahan.
"Proses pembebasan lahan kini hampir selesai 100%. Pada prinsipnya, saat ini tinggal tahapan pembayaran dari Panitia Pembebasan Tanah (P2T) kepada warga penghuni lahan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN)," ujar Djoko dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Minggu (10/03/2013).
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Djoko Murjanto menuturkan, pada awalnya Kementerian PU berencana membangun empat lajur jalan akses tersebut secara sekaligus. Namun karena terkendala proses pembebasan lahan, akhirnya diprioritaskan membangun dua lajur terlebih dahulu.
“Awalnya langsung mau empat lajur, karena kesulitan tanah maka kita selesaikan dua lajur dulu,” terangnya.
Konstruksi dua lajur jalan tersebut pun juga terkendala pembebasan tanah, hingga saat ini masih ada spot tanah sepanjang 200 meter yang belum berhasil dibebaskan.
Untuk menyiasati kondisi tersebut, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga sementara ini menghubungkan jalan akses baru yang telah terbangun dengan jalan yang sudah ada sebelumnya.
“Sementara ini kita masukkan ke jalan eksisting, sehingga ada belokan sedikit namun kendaraan sudah bisa mengalir pada jalan tersebut. Akhir Maret mudah-mudahan sisa yang 200 meter sudah berhasil kita bangun,” ujar Djoko Murjanto.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Wijaya Seta menceritakan pembebasan tanah untuk konstruksi dua lajur itu terganggu karena sempat ada tujuh warga penghuni lahan PTPN yang tidak mau pindah walau sudah menerima pembayaran ganti rugi untuk rumah dan tanamannya.
“Padahal tanah milik PTPN sudah kita bayarkan kepada PTPN, rumah milik masyarakat beserta tanamannya juga sudah dibayarkan. Tapi masyarakat tersebut juga meminta ganti rugi untuk tanahnya,” sebut Seta.
Namun dari tujuh warga yang menolak pindah dari lokasi, kini tinggal tersisa seorang warga. Seta optimis hal tersebut segera dapat teratasi.