BISNIS.COM, JAKARTA--Instruksi Presiden (Inpres) No. 3/2013 terkait percepatan hilirisasi mineral seharusnya melibatkan Kementerian Kehutanan sebagai pemegang kuasa atas izin pemanfaatan kawasan hutan.
Achmad Ardianto, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) mengatakan selama ini sektor kehutanan menjadi salah satu kendala dalam kegiatan pertambangan.
Sayangnya, Menteri Kehutanan tidak diikutkan dalam Inpres yang meminta sejumlah kementerian di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian melakukan percepatan hilirisasi mineral.
“Kementerian Kehutanan harus ikut aktif mempercepat proses hilirisasi sektor mineral di dalam negeri. Karenanya, Menko Perekonomian harus melihat itu kembali dan segera melakukan akselerasi terkait peran Kementerian Kehutanan,” ujarnya, Rabu (6/3).
Didi mengungkapkan Kementerian Kehutanan sebenarnya dapat mengambil peran dengan mempercepat proses pemberian izin agar memberikan kepastian hukum untuk industri pertambangan. Pasalnya, selama ini banyak izin yang telah lengkap, tetapi belum mendapat kepastian dari Kementerian Kehutanan.
Saat ini, lanjut Didi, tinggal menunggu langkah pemerintah untuk melibatkan Kementerian Kehutanan dalam percepatan hilirisasi. “Perhapi telah mengungkapkan pentingnya Kementerian Kehutanan dilibatkan dalam percepatan hilirisasi mineral. Sekarang, yang punya kewenangan untuk bersikap adalah pemerintah. Pemerintah harus segera merespon ini,” ujarnya.
Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhapi, Budi Santoso mengatakan persoalan izin di sektor kehutanan menjadi kendala karena prosesnya yang membutuhkan waktu dan birokrasi yang panjang. Hal itu disebabkan permohonan izin harus mendapatkan rekomendasi dari tingkat daerah hingga pusat.
Selain itu, dalam permohonan izin itu juga kerap kali disertai dengan praktek ilegal, seperti pungutan liar untuk mempercepat proses pengeluaran izinnya. “Jadi memang sulit untuk mengurus perizinan di sektor kehutanan ini, karena ada semacam aturan tidak tertulis yang menentukan cepat atau tidaknya izin kawasan hutan itu keluar,” tuturnya.
Dede Suhendar, Direktur Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM sebelumnya mengatakan selama ini pengusaha mengeluhkan tumpang tindih dan rumitnya perizinan untuk pertambangan. Hal itu dikarenakan izin untuk menambang masih belum dilakukan secara terpadu dan satu atap.
Misalnya saja untuk pertambangan yang dilakukan di kawasan hutan. Selain harus mendapat izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan tambang juga harus mengurus izin pinjam pakai kawasan hutan dengan persyaratan dan proses yang cukup panjang.
“Saya kira naik atau turun [tarif pinjam pakai kawasan hutan] tidak masalah, selama masih menguntungkan pengusaha. Yang penting ada kepastian izin itu akan dikeluarkan atau tidak, karena banyak permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan yang belum jelas,” katanya. (bas)