JAKARTA--Tren perdagangan karet dunia diprediksi bakal berubah dalam 10 tahun mendatang menyusul angka produksi perkebunan yang diperkirakan melebihi kebutuhan konsumsi global.
Direktur International Rubber Consortium Darmansyah Basyarudin mengatakan produksi karet bakal melebihi tingkat konsumsi.
"Hal tersebut berkebalikan dengan kondisi sepuluh tahun ke belakang. Sejak 2001 hingga 2011 permintaan karet selalu lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan produksinya," ujarnya, Senin (27/2).
Produktivitas yang rendah membuat harga karet melejit dalam kurun waktu 10 tahun. Dia mencatat rerata harga karet pada 2011 mencapai US$4,6 per kilogram, sedangkan rerata harga pada 2002 hanya US$0,5 per kilogram.
Darmansyah menambahkan harga karet tahun lalu memang sedikit menurun disebabkan oleh krisis yang melanda Benua Biru serta perlambatan ekonomi Cina dan India. Kondisi tersebut, lanjutnya, bakal membaik tahun ini dan diprediksi kembali mengangkat harga karet.
Selain perbaikan harga, Darmansyah memperkirakan bakal terjadi pergesaran pemain di tingkat produsen. Pertumbuhan produksi karet Vietnam dan Kamboja yang melebihi 20% per tahun diperkirakan bakal menyaingi tiga besar produsen karet dunia.
"Saat ini Indonesia, Malaysia, dan Thailand menjadi pemimpin dengan pangsa pasar mencapai 67%--70%. 10 tahun ke depan, pangsa pasarnya bakal menciut jadi 55% saja karena pertumbuhan produksi Vietnam dan Kamboja," ungkapnya.
Meski terhitung dalam jajaran tiga besar produsen karet, lanjutnya, konsumsi karet per kapita Indonesia masih terhitung rendah. Berdasarkan catatannya, konsumsi karet Indonesia masih di bawah 1 kilogram per kapita per tahun, jauh tertinggal dibandingkan dengan Jerman yang mencapai 10 kilogram per kapita per tahun dan Cina yang mencapai 5 kilogram per kapita per tahun.