BISNIS.COM, JAKARTA: Peningkatan permintaan biofuel di kawasan Eropa akan mendorong perampasan lahan di sejumlah negara, di antaranya di Indonesia, guna memenuhi pasokan tersebut, yang akhirnya menyebabkan kerusakan lingkungan dan sosial.
Grain, sebuah organisasi sipil yang memfokuskan sokongan petani kecil di Barcelona, Spanyol, memaparkan target Uni Eropa telah menempatkan kawasan itu berada di barisan paling depan atas permintaan biofuel yang merusak lingkungan dan sosial. Grain mencatat permintaan itu mendorong sekitar 17 juta hektar lahan, atau setara area pertanian di Jerman, dirampas dari masyarakat selama dekade terakhir.
"Produksi biofuel menekan petani dan masyarakat di kawasan hutan untuk meninggalkan lahan mereka, dari Kolombia, Sierra Leone hingga Indonesia, dan mengancam kehidupan serta ketahanan pangan," kata Grain dalam kesimpulan laporan terbarunya 'Land Grabbing for Biofuels Must Stop', Kamis, (21/0/2013).
Sementara itu, papar Grain, biofuel ternyata gagal untuk memenuhi upaya pengurangan emisi seperti yang dijanjikan. Hal itu, dikarenakan adanya sejumlah temuan bahwa biofuel justru lebih buruk dibandingkan dengan bahan bakar fosil konvensional.
Grain menilai pengalihan lahan pertanian yang sangat berharga menjadi produksi bahan bakar mobil jelas sekali tidak bertanggung jawab. Organisasi itu memaparkan jika mandat Uni Eropa tidak menantang perampasan lahan untuk biofuel maka akan pencaplokan tanah akan terjadi dua kali lipat pada 2020, sekitar 40 juta hektar.
"Permintaan makanan diperkirakan naik tajam dalam dekade mendatang, sementara lahan pertanian global mengalami semakin terdegradasi," demikian Grain.