JAKARTA--Pemerintah diminta untuk tidak melupakan sektor infrastruktur untuk mempercepat proses hilirisasi sektor mineral seperti yang telah dicanangkan. Selama ini, infrastruktur di beberapa wilayah Indonesia masih dianggap kurang mendukung pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) bijih mineral.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Ladjiman Damanik mengatakan pembangunan smelter saat ini bukan hanya persoalan ketersediaan energi listrik. Akan tetapi, pemerintah juga harus mampu memastikan ketersediaan pelabuhan sebagai pintu masuk bahan baku untuk smelter.
“Harus ada pelabuhan sebagai pintu masuknya bahan baku ke smelter. Jangan sampai bahan baku dari Halmahera ke Jawa lebih mahal dibandingkan dengan impor bahan baku dari China,” katanya di Jakarta, Kamis (21/2).
Ladjiman mengungkapkan hingga saat ini masih sedikit pelabuhan yang memiliki kelayakan untuk digunakan. Akibatnya, banyak perusahaan pertambangan yang lebih memilih mengekspor bijih mineralnya dibandingkan dengan memenuhi kebutuhan dalam negeri, karena membutuhkan biaya angkut yang lebih mahal.
Selain itu, Ladjiman juga meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera menyediakan data cadangan mineral di dalam negeri. Hal itu akan memudahkan proses eksplorasi yang membutuhkan biaya mahal.
“Perbankan masih sulit memberikan akses dana kepada pengusaha pertambangan, karena mereka memerlukan bukti. Sementara saat ini data cadangan mineral di dalam negeri masih belum baik,” ungkapnya.
Seperti diketahui, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 3/2013 untuk mempercepat peningkatan nilai tambah produk mineral. Beleid itu menginstruksikan 8 menteri dan kepala daerah agar mengambil langkah yang diperlukan secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk meningkatkan nilai tambah mineral di dalam negeri.
Inpres itu menurut Ladjiman, akan menjadi jaminan bagi pengusaha sektor pertambangan yang ingin membangun smelter di Tanah Air. Pasalnya, hingga kini banyak pengusaha yang menahan investasinya, sebagai akibat belum adanya kepastian hukum dalam kebijakan mineral dan batu bara (minerba).
Sementara itu, Vice Chairman Indonesia Mining Association Tony Wenas mengatakan Inpres No. 3/2013 harus disertai dengan komitmen para menteri dan kepala daerah untuk melaksanakannya. Pasalnya selama ini juga telah cukup banyak kebijakan terkait hilirisasi mineral yang dikeluarkan, tetapi kurang dijalankan dengan baik.
“Inpres itu baik saja, tapi harus disertai komitmen menjalankannya. Sebelumnya juga kan nada Keppres [Keputusan Presiden] terkait hilirisasi mineral, tapi belum dijalankan dengan baik,” tuturnya.
Sekedar diketahui, Inpres No. 3/2013 ditujukan kepada Menteri ESDM, Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri BUMN, Menteri Lingkungan Hidup, dan seluruh gubernur, bupati, serta walikota.