Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

EKSPOR BAHAN TAMBANG: Aturan ekspor ganjal usaha tambang zirconium

PANGKALAN BUN: Asosiasi Pertambangan Zirconium Indonesia (APZI) meminta pemerintah merevisi peraturan yang membatasi kadar minimum mineral ekspor karena mempersulit produsen nasional bersaing di pasar global.Ketua Umum APZI Ferry Alfiand mengatakan Peraturan

PANGKALAN BUN: Asosiasi Pertambangan Zirconium Indonesia (APZI) meminta pemerintah merevisi peraturan yang membatasi kadar minimum mineral ekspor karena mempersulit produsen nasional bersaing di pasar global.Ketua Umum APZI Ferry Alfiand mengatakan Peraturan Menteri ESDM no.7/2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pemurnian hanya mengijinkan pengusaha zirkonium Indonesia bersaing di pasar yang sangat kecil.Peraturan yang disahkan pada 6 Februari lalu itu membatasi produsen hanya boleh mengekspor zirconium dalam bentuk zirconia (ZrO2+Hf) dengan kadar di atas 99%. Menurut APZI, pasar produk zirconia hanya 10% dari konsumsi global sedangkan produk zirconium silikat (ZrSiO4) yang menjadi 80% pasar justru tidak boleh diekspor."Jika pengusaha zirconium Indonesia hanya bertarung di komoditas dengan pangsa hanya 10%, tak ada yang mau membangun pemurnian. Indonesia akan sempoyongan sendiri melawan pemain besar zirconium dunia," ujarnya akhir pekan lalu (17/11).Padahal menurut catatan APZI, Indonesia dapat mengekspor 20.000 ton zirconium per bulan, yang merupakan 90% hasil produksi, dengan tujuan utama ke China. Indonesia juga disinyalir merupakan produsen terbesar keempat di dunia setelah Australia, Afrika Selatan dan China untuk bahan tambang yang bisa disebut pasir emas itu.Namun, produsen zirconium Indonesia mendapat ganjalan dengan adanya Permen no.7 yang akan mulai diberlakukan pada 2014 nanti karena negara pesaing telah memiliki teknologi yang lebih unggul."Dari segi teknik produksi, Australia sudah menggunakan alat-alat berat canggih dengan galian dalam, sedangkan Indonesia baru menambang Zr dengan alat sederhana dengan kedalaman 1 hingga 4 meter dari permukaan tanah,” jelas Ferry.Dia menambahkan, konsumsi zirconium domestik mencapai 10.000 ton yang hampir seluruhnya diimpor dari China karena produsen dalam negeri belum dapat memenuhi kriteria kebutuhan. Sementara itu, produksi zircon sand (pasir zirkon) Indonesia semua diserap oleh China untuk diolah dan nanti diimpor kembali ke Nusantara.Ferry mengatakan membatasi ekspor produk zirconium dengan kualitas itu berarti mematikan industri ini karena para pelaku usaha lebih memilih untuk menutup bisnis mereka untuk alasan tidak dapat bersaing secara global.Sebagai dampaknya, lapangan kerja akan hilang. Ferry mencatat untuk menghasilkan 2.000 ton per bulan dibutuhkan 3.000 orang untuk menjalankan 1.500 mesin penambang dan pengolah zirconium. Angka tersebut belum termasuk buruh lepas untuk angkutan melalui truk dan pelayaran.“Bila bisnis tambang sektor ini tutup, ekonomi masyarakat Kalimantan Tengah sebagai penghasil terbesar Zirconium juga akan terkena dampaknya. Mulai dari jumlah pekerja, sektor transportasi perkapalan dan truk hingga pajak daerah berpotensi hilang bila industri ini tidak lagi berjalan.”Dia juga mencatat pajak daerah di luar Harga Penetapan Ekspor juga berpotensi hilang bila industri ini tutup. Di Kalimantan Tengah saja, industri zircon dapat menyumbang Rp6 miliar hingga Rp10 miliar per bulan dengan tarif Rp200 per ton.Menurut Global Industry Analysts Inc, konsumsi zirconium dunia tahun 2012 diperkirakan mencapai  1,5 juta ton dan hampir setengahnya dikonsumsi oleh industri keramik.Produk zirconia dengan kadar 99% hanya dapat diserap oleh industri barang-barang berteknologi tinggi contohnya untuk pelapis mesin pesawat dan pemancing reaktor nuklir. Sementara itu, produk dengan pangsa pasar terbesar yaitu zirconium silicate dengan kadar cukup 66,7% banyak diminta sebagai bahan pelapis oleh industri keramik. (arh)

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Sumber : Hanum KD

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper