JAKARTA: Tren penurunan harga komoditas diproyeksi akan terus terjadi sejalan dengan lesunya perekonomian China dan Amerika Serikat. Hal ini berisiko mengganggu penerimaan negara bukan pajak (PNBP) khususnya yang berasal dari penerimaan SDA (sumber daya alam).
Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Sekuritas, menuturkan laju perekonomian China dan AS sangat berkaitan erat dengan harga komoditas tertimbang di pasar internasional. Pasalnya, dua negara itu merupakan konsumen mineral terbesar di dunia."Selama ekonomi China belum menunjukkan perbaikan, harga komoditas sulit pick up. Kalaupun harganya naik, tidak akan sebagus 2011," ujarnya saat dihubungi Bisnis Rabu (12/09/2012).Lesunya ekonomi AS dan krisis utang Eropa yang menjalar ke China, kata Lana, bukan hanya menekan harga komoditas tapi juga menurunkan permintaan ekspor dari negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Melambatnya kinerja ekspor dapat menurunkan kinerja perusahaan dan berisiko menurunkan setoran royalti kepada pemerintah."Pengaruhnya cukup besar ke royalti, karena selain harga yang turun, volume juga turun," tuturnya.Adapun sektor PNBP yang rawan mengalami penurunan penerimaan a.l. minyak sawit mentah atau CPO (crude palm oil) dan batu bara.Selain fluktuasi harga, kebijakan dalam negeri yang melarang ekspor mineral mentah tanpa komitmen membangun smelter disebut Lana berpengaruh pada penerimaan negara."Seberapa sensitif PNBP terhadap fluktuasi harga komoditas mungkin tidak terlalu besar, tapi ada risiko penurunan penerimaan," katanya.Pemerintah mengakui penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang tahun ini ditargetkan sebesar Rp341,1 triliun akan terganggu akibat tren penurunan harga komoditas unggulan ekspor Indonesia."Bisa terpengaruh, tapi kita upayakan supaya bisa tercapai," ujar Direktur PNBP Kemenkeu Askolani. (sut)