Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

EKONOMI RI: Skenario terburuk, pertumbuhan ekonomi tahun ini 5,7%

JAKARTA: Pemerintah harus meningkatkan kesiapan untuk mengatasi kondisi ekonomi global yang makin menantang. Pasalnya, dalam skenario terburuk, pertumbuhan ekonomi Indonesia berisiko anjlok ke tingkat 5,7%.

JAKARTA: Pemerintah harus meningkatkan kesiapan untuk mengatasi kondisi ekonomi global yang makin menantang. Pasalnya, dalam skenario terburuk, pertumbuhan ekonomi Indonesia berisiko anjlok ke tingkat 5,7%.

 

Shubham Chaudhuri, Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, mengatakan Indonesia harus meningkatkan kesiapan untuk menghadapi kondisi ekonomi global yang makin menantang.

 

Bank Dunia dalam laporan Perkembangan Kuartal Perekonomian Indonesia edisi Juli 2012, memproyeksikan tiga skenario perekonomian global, yakni berlanjutnya gejolak ekonomi dan harga komoditas dunia, kondisi krisis menyerupai pada 2009, dan penurunan global yang parah.

 

"Dalam jangka pendek, kemungkinan skenario pertama yang terjadi. Dalam skenario ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini 6,%, dan meningkat jadi 6,4% pada 2013," ujarnya dalam diskusi bertema Indonesia Tumbuh dalam Lingkungan yang Rentan, Kamis (12/07).

 

Proyeksi tahun ini didasarkan pada asumsi rasio investasi terhadap PDB sebesar 25,3%, perubahan term of trade 2%, dan pertumbuhan PDB mitra perdagangan utama sebesar 3,3%.

 

Namun, proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 6% ini turun tipis dari proyeksi Bank Dunia pada Maret 2012 yang memperkirakan ekonomi Indonesia dapat tumbuh 6,1% pada tahun ini. Bahkan dalam skenario terburuk, pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diproyeksi hanya 5,7%.

 

"Kuncinya, Indonesia harus bersiap diri saat perekonomian global sedang berturbulensi atau bahkan mengalami tornado," ungkapnya.

 

Untuk menghadapi kondisi eksternal yang makin menantang, kata Chaudhuri, Indonesia harus memperketat sektor finansial dari risiko pelarian modal asing, depresiasi rupiah, dan gejolak likuiditas perbankan.

 

Pasalnya, arus keluar modal asing di pasar portofolio pada Mei 2012 sudah tercatat US$1,5 miliar, diikuti pengetatan likuiditas dolar Amerika Serikat di dalam negeri. Surplus neraca perdagangan kumulatif Januari-Juni 2012 pun makin menipis, seiring terbentuknya defisit dalam 2 bulan terakhir.

 

Akibatnya, rupiah tertekan dan mencatatkan depresiasi sebesar 9,8% sejak Agustus 2011 dan cadangan devisa turun sekitar US$10 miliar sepanjang Mei-Juni 2012, menjadi US$106,5 miliar pada 30 Juni 2012 karena intervensi Bank Indonesia.

 

Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, kata Chaudhuri, merupakan langkah positif pemerintah untuk mengendalikan stabilitas sektor finansial.

 

Hal kedua yang ditekankan Bank Dunia, yakni terkait optimalisasi alokasi dan eksekusi APBN, serta stimulus fiskal di tengah kondisi krisis global.

 

Bank Dunia menilai belanja pemerintah harus dimaksimalkan untuk menstimulasi perekonomian domestik, mendanai pembangunan infrastruktur, dan melindungi kelompok masyarakat yang rentan terkena dampak negatif krisis keuangan.

 

"Penting untuk mengalihkan belanja pada pos yang krusial. Subsidi energi harusnya bisa dikurangi dan dialihkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya alam," tegasnya.

 

Terakhir, Chaudhuri menyarankan agar Indoensia memelihara kepercayaan investor dengan meningkatkan iklim investasi, koordinasi birorasi pusat-daerah, dan mengimplementasikan regulasi secara konsisten.

 

Lima bantalan

Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengantongi lima bantalan fiskal untuk menghadapi krisis di sektor finansial.

 

Lima amunisi tersebut, yakni protokol manejemen krisis (Crisis Management Protocol), Bond Stabilization Framework, pinjaman siaga, Chiang Mai Initiative Multilateralization, dan pasal 40 dan 43 UU APBN-P 2012 tentang perserujuan DPR atas tindakan mitigasi krisis sektor finansial dalam kurun waktu maksimal 24 jam.

 

"Jadi kita sudah punya buffer fiskal sebagai kesiapan menghadapi krisis di sektor finansial," ungkapnya.

 

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan tingkat pertumbuhan 6% merupakan pertumbuhan yang 'mewah' di tengah krisis.

 

"Tingkat pertumbuhan 6% itu luxury level. Brasil saja harus berusaha keras untuk mencapai 3%," ujarnya.

 

Yang terpenting, kata Sri Mulyani, bukan besaran pertumbuhan ekonomi di level 5% atau 6%, tapi bagaimana kualitasnya untuk mereduksi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, dan menciptakan jaring pengaman sosial.

 

"Penciptaan tenaga kerja akan menjadi tantangan di seluruh negara dalam 24 bulan ke depan," kata Sri Mulyani. (04/Bsi)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Diena Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper