JAKARTA: Dewan Perwakilan Rakyat sepakat agar pembiayaan studi kelayakan megaproyek Jembatan Selat Sunda didanai oleh APBN sehingga pelaksanaan tendernya menjadi lebih independen.
Wakil Ketua Komisi V DPR Mulyadi mengatakan bila dana studi kelayakan ditanggung oleh investor, dikhawatirkan biaya yang dikeluarkan menjadi tidak terkontrol, mengingat tidak adanya filtrasi serta pertanggungjawaban yang jelas kepada negara.
“Memang biaya ditanggung investor, tapi harus dilihat dari sisi tarif yang nanti akan dibebankan. Biaya FS [feasibility study] terlalu mahal mencapai hingga Rp3 triliun, bagaimana bisa klaim dari aspek verifikasi atau filtrasinya. Saya kurang setuju [dibiayai swasta],” tegasnya, Selasa (10/7).
Apalagi, di dalam Perpres No.86/2011 disebutkan, bila pemrakarsa tidak memenangkan, maka pemerintah harus mengembalikan seluruh biaya yang dikeluarkan pada saat proses studi kelayakan. Menurutnya, hal ini membuat negara seolah tersandra dengan pembiayaan dari investor tersebut.
“Ini proyek raksasa jadi tidak bisa main-main. Jangan sampai proyek ini dipergunakan untuk mengarah kepada pihak-pihak tertentu,” tegas Mulyadi.
Dia mengingkatkan jika menggunakan dana APBN di awal, maka akan ada pengawasan yang jelas dan langsung dari DPR sehingga pelaksanaan serta biaya yang dikeluarkan lebih terkontrol dan efisien.
“Kalau FS ditanggung negara Rp1 triliun, negara tidak tersandra oleh siapa pun. Proses tender pun bisa lebih fair. Karena logika kita bagaimana agar tidak terjadi kerugian negara,” tuturnya.
Pertimbangan yang paling penting juga, sambungnya, adanya kepentingan masayarkat terkait penetapan tarif yang akan diberlakukan. Bila di dalam studi kelayakan yang dilaksanakan oleh investor diperoleh dana yang sangat tinggi, tentu saja akan membebankan tarif kepada masayarakat
“Walau proyek ini bersifat public private partnership (PPP) jangan sampai terkecoh, karena di sana ada kepentingan masyarakat. jadi semua pelaskanaannya harus diawasai dan terkontrol.”
Untuk membahas persoalan ini lebih jelas, DPR awalnya berencana untuk memanggil Kementerian Keuangan dan Kementerian PU pada Senin (9/7/2012) sehingga didapatkan penjelasan yang lebih komprehensif.
Namun, karena Kementerian Keuangan berhalangan hadir, maka rapat kerja ditunda sampai jangka waktu yang belum ditentukan. “Kami ingin mendengarkan langsung alasan dari Menkeu dan Menteri PU sehingga semua menjadi lebih jelas.” (sut)