JAKARTA: Pemerintah berharap tren harga minyak Indonesia atau ICP (Indonesian crude petrolium) turun ke kisaran US$80-US$85 per barel mengekor tren penurunan harga minyak dunia, supaya beban subsidi energi dapat berkurang.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan tingginya realisasi subsidi energi akibat missmatch besaran pagu dengan asumsi harga jual BBM bersubsidi yang diproyeksi meningkat dari Rp4.500 per liter menjadi Rp6.000 per liter.
Akibatnya, realisasi belanja subsidi energi per semester I/2012 yang mencapai Rp124,4 triliun atau 61,5% dari pagu APBN-P Rp202,4 triliun. Realisasi ini terdiri dari subsidi BBM, LPG & BBN Rp88,9 triliun dan subsidi litrik Rp35,5 triliun.
"Di APBN-P 2012 itu tidak sesuai pagu subsidi BBM-nya, karena [disusun dengan] asumsi BBM naik Rp6.000 per liter. Kalau sekarang terjadi over dari subsidi itu ya wajar-wajar saja," katanya hari ini, Senin (09/07/2012).
Menurut Hatta, tren penurunan harga ICP agak meringankan tekanan terhadap subsidi BBM. Pada Juni 2012, realisasi ICP mencapai US$99,08 per barel atau turun 12,9% dibandingkan harga ICP Mei 2012 sebesar US$113,76 per barel.
Namun, rata-rata ICP dalam 6 bulan pertama 2012 masih lebih tinggi US$117,3 per barel. Realisasi ini mengalami deviasi 11,71% dari asumsi ICP dalam APBN-P 2012 US$105 per barel.
"Sekarang kan terus turun nih. Mudah-mudahan terus meluncur ke angka US$80-US$85 per barel. [Itu] Ideal buat kita," ungkapnya.
Sementara itu untuk menutup pembengkakan subsidi BBM, pemerintah akan merealokasi anggaran kompensasi kenaikan harga subsidi BBM yang dianggarkan sebesar Rp30,6 triliun.
"Saya kira tidak ada masalah dengan APBN kita, cuma sayang duit sekitar Rp100 triliun untuk dibangun JSS sudah jadi," kata Hatta.
Berdasarkan prognosis pemerintah, pada semester II/2012 belanja subsidi energi diperkirakan mencapai Rp181,5 triliun. Jika dikalkulasi, total subsidi energi sepanjang 2012 diproyeksi mencapai Rp305,9 triliun, Rp216,8 triliun subsidi BBM dan Rp89,1 triliun subsidi listrik. (sut)