JAKARTA – Industri makanan dan minuman kesulitan memperoleh pasokan gula rafinasi sehingga mereka mensubtitusinya dengan gula lokal untuk mengejar produksi yang meningkat menjelang bulan puasa dan Lebaran.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gappmi) Adhi Lukman mengatakan pasokan tersendat sejak tiga pekan lalu.
“Karena pasokan tersendat, beberapa industri terpaksa menggunakan gula lokal, seperti industri coffee mix dan dodol, yang tidak memerlukan gula berkualitas jernih,” katanya kepada Bisnis, Selasa (26/6/2012).
Menurutnya, beberapa industri gula rafinasi beralasan mengalami kerusakan mesin. Sebagian lainnya sedang mengolah gula kasar (raw sugar) eks impor PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk memenuhi gula konsumsi di kawasan timur Indonesia (KTI).
Kebutuhan gula rafinasi di industri makanan dan minuman selama ini mencapai 200.000 ton per bulan. Seiring peningkatan permintaan menjelang Ramadhan dan Lebaran, kebutuhan bahan pemanis itu bisa naik 30% dari rata-rata kebutuhan bulanan.
Kendati demikian, Adhi tidak dapat menyebutkan jumlah gula lokal yang diserap industri makanan dan minuman dari distributor gula lokal.
“Yang pasti, secara regulasi memang tidak ada larangan industri makanan dan minuman menggunakan gula lokal,” ujarnya.
Dia mengungkapkan pelaku usaha kemungkinan masih mempertahankan harga jual kendati mereka harus mengeluarkan biaya produksi lebih besar untuk membeli gula lokal yang lebih mahal ketimbang gula rafinasi. “Hanya margin perusahaannya saja yang tergerus,” ungkapnya.
Lagipula, lanjutnya, industri gula rafinasi berjanji pasokan kembali normal bulan depan.(msb)