JAKARTA: Defisit neraca pembayaran Indonesia berisiko menimbulkan kekhawatiran investor karena dapat menekan nilai tukar dan membuat imbal hasil obligasi negara menjadi turun atau kurang menarik di mata investor.Kepala Ekonom Bank ANZ untuk Asia Tenggara Aninda Mitra menuturkan defisit pada NPI berisiko menekan nilai tukar dan menimbulkan kekhawatiran bagi investor baru yang hendak masuk ke pasar obligasi negara. Pasalnya, investor akan nyaman berinvestasi di Indonesia, apabila nilai tukar berada di level yang stabil."Saat ini investor agak khawatir untuk masuk ke pasar surat berharga negara, karena kalau mengharapkan imbal hasil 6%-6,5% tapi rupiah terdepresiasi 5%-6%, itu bukan yield yang besar," ungkapnya dalam paparan Indonesia: Post Investment Grade Blues, Senin (25/06).Defisit NPI, nilai tukar, dan kondisi perekonomian global disebut Mitra sebagai sorotan utama investor yang hendak masuk ke Indonesia. Pasalnya, kekhawatiran dari ekspektasi inflasi telah mereda seiring tertundanya rencana penaikan harga BBM bersubsidi.Kekhawatiran investor di pasar modal dan finansial a.l. tercermin pada merosotnya kepemilikan asing di obligasi negara. Pada pertengahan Juni 2011 kepemilikan asing mencapai sekitar 36%, persentasenya turun menjadi 28% pada Juni 2012."Kepemilikan asing di obligasi cukup penting untuk sumber arus modal dalam NPI. Tapi kelihatannya cenderung stagnan," kata Mitra.Selain itu, kekhawatiran investor juga tercermin pada melebarnya yield SBN bertenor panjang sebesar 117 basis point sejak posisi terendahnya pada pertengahan Februari menjadi 6,4%.Akibat lesunya investasi di pasar modal dan finansial, kontribusinya untuk mengkompensasi defisit neraca perdagangan pada tahun ini diproyeksi tidak signifikan.Apalagi defisit neraca transaksi berjalan berisiko melebar seiring tingginya impor barang dan jasa Indonesia.Tingginya kebutuhan barang impor, katanya, berjalan seiring kuatnya siklus foreign direct investment (FDI) di Indonesia. Kondisi ini terjadi di tengah melemahnya kinerja ekspor Indonesia yang dipicu melemahnya permintaan global dan turunnya harga komoditas.Indonesia juga dinilai harus mewaspadai melebarnya defisit neraca perdagangan migas seiring belum terealisasinya reformasi skema subsidi BBM, meningkatnya masyarakat kelas menengah, dan terus meningkatnya permintaan atas energi murah."Kuartal I dan II/2012 memang tidak terlalu parah defisitnya. Tapi kalau tidak dikendalikan, defisitnya akan makin melebar," ujarnya.Pada kuartal I/2012, Bank Indonesia mencatat terjadinya defisit pada NPI sebesar US$712 juta. Defisit NPI juga terjadi pada kuartal III dan IV/2011 yang tercatat sebesar US$2,95 miliar dan US$2,57 miliar.Sementara itu, ANZ Bank memproyeksikan terbentuknya defisit pada neraca transaksi berjalan Indonesia sebesar 0,7% terhadap Produk Domesti Bruto, dengan tingkat pertumbuhan PDB sebesar 6,3% pada 2012. (04/Bsi)
BACA JUGA:
BISNIS INDONESIA HARI INI: Pendiri Emiten Makin Sulit
VALAS: Dolar Keok Di Jepang, Australia, Selandia Baru
HARGA EMAS Antam Stagnan Rp497.800—Rp537.000, Buyback Rp477.000/Gram
CUACA HARI INI: Hujan Ringan Di Sebagian Besar Daerah
EURO 2012: Review Italia Vs Inggris 4-2, Dominasi Bola & Serangan, Namun Tim Azzurri Lolos Lewat Adu Penalti