JAKARTA—Kalangan agen tunggal pemegang merek (ATPM) meminta pemerintah membuka ruang negosiasi terkait dengan regulasi mobil hybrid yang akan diluncurkan pada tahun ini.
Beberapa poin penting terkait dengan permintaan ATPM tersebut di antaranya mengenai jangka waktu dan kesiapan pabrikan otomotif membangun pabrik perakitan mobil hybrid di Indonesia.
Selain itu, pemerintah diharapkan dapat melakukan pendekatan dan diskusi intensif kepada Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) mengenai seluruh rencana pengembangan proyek low emission carbon.
Hal itu untuk mendorong pemerintah agar tak hanya ATPM tertentu yang diajak melakukan pengembangan proyek otomotif tersebut.
Direktur Pemasaran dan Layanan Purnajual PT Honda Prospect Motor (HPM) Jonfis Fandy mengatakan apabila pemerintah hanya memberikan waktu 2 tahun bagi produsen mobil menjajaki pasar dan pada saat bersamaan diminta menyiapkan pabrik perakitan hybrid, klausul tersebut perlu dikaji lebih lanjut.
“Untuk membangun pabrik dan penjajakan pasar, waktu 2 tahun perlu adjustment [pengaturan] lagi sehingga butuh dipikirkan adanya klausul lain yang tidak memberatkan. Kalau waktu 2 tahun untuk menjajaki pasar dan membangun pabrik perakitan, itu berat sekali,” tuturnya, Rabu (20/6/2012).
Meski demikian, ujarnya, Honda Motor Co sebagai prinsipal telah berpengalaman dalam mengembangkan mobil hybrid di pasar global baik dari sisi produksi, peralatan dan permesinan, pemasaran, hingga kesiapan dan pelatihan SDM. “Beberapa line up mobil hybrid Honda di antaranya Insight, CRZ dan Jazz,” katanya.
Industri otomotif, lanjut Jonfis, berharap agar rancangan regulasi mobil hybrid juga turut mencantumkan klausul khusus soal waktu guna mempersiapkan industri komponen dan pendukung (supporting industry) di dalam negeri siap secara teknologi.
Jika sektor pendukung belum siap, lanjutnya, pemerintah juga perlu memikirkan tambahan sejumlah insentif yang berlaku secara temporer terutama untuk impor mesin, peralatan dan bahan pendukung sampai industri mobil hybrid dapat memproduksinya di dalam negeri.
“Antara persiapan pasar, kesiapan supproting industry dan pembangunan pabrik perakitan perlu disesuaikan dengan kesiapan industri otomotif. Kami belum melihat detail rencana pemerintah. Semua masih akan kami pelajari,” katanya.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat sebelumnya mengatakan pemerintah akan memberikan fasilitas kemudahan impor mobil hybrid secara utuh (completely built up/CBU) dalam waktu yang akan ditetapkan.
Insentif itu, paparnya, diberikan untuk kepentingan tes pasar pabrikan otomotif dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan teknologi baru hybrid.
Pemerintah, lanjut Hidayat, juga meminta kompensasi agar para penerima insentif tersebut dalam waktu maksimal 2 tahun harus membangun basis produksi hybrid di Indonesia.
Setelah itu, dalam waktu yang akan ditetapkan lebih lanjut, mereka harus segera melokalisasi pembuatan komponen hybrid dengan mengutamakan kemampuan industri lokal untuk mendapatkan alih teknologi. (sut)