JAKARTA: Pemerintah dinilai perlu mengimplementasikan pengurusan lisensi logistik dalam satu otoritas atau single window karena selama ini pelaku industri merasa terkendala masalah administratif tersebut.
Managing Director PT DHL Exel Supply Chain Indonesia (DHL Supply Chain) Abdul Rahim Tahir mengatakan jika dibandingkan dengan negara lain, pengurusan lisensi di Indonesia cukup rumit karena berada dalam tiga Kementerian.
Ketiganya adalah Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Perdagangan.
“Usulan kepada pemerintah yakni lisensi satu pintu, single window. Di negara lain sudah itu, kalau di sini mesti ketiga kementerian itu sehingga ini yang membuat pertimbangan pelaku usaha dan investor,” katanya usai Peresmian Warehouse Multi—User milik DHL Supply Chain di Cililitan hari ini, Rabu 6 Juni 2012.
Dia mengatakan secara prospek bisnis, industri jasa logistik begitu pesat pertumbuhannya sehingga memerlukan dukungan regulasi yang pasti bagi pelaku industri. Selain itu, masalah mendasar juga dari industri logistik adalah soal infrastruktur dan kemacetan sehingga perusahaanh mesti menerapkan strategi menangani itu.
Tahir mengutip data prediksi soal prospek industri logistik di Indonesia dari lembaga konsultan internasional, Frost and Sullivan bahwa industri logistic tumbuh 4,2% tahun ini menjadi Rp1,4 triliun atau US$153 juta tahun ini.
Selain itu, perusahaan logistik termasuk perseroan juga melakukan banyak ekspansi perluasan fasilitas termasuk pembangunan gudang multiguna.
Dia menilai pemerintah semestinya mengerti makna dari logistik dalam artian perlu adanya proses yang cepat dalam pengiriman barang dari satu lokasi ke lokasi lainnya sehingga diperlukan otoritas satu pintu.
Dalam kesempatan terpisah, Konsultan Bidang Logistik dari World Bank Wahyu Tunggono mengatakan soal lisensi atau izin memang masih menjadi perhatian dari industri logistik nasional.
Namun dia memandang masih belum adanya single window dalam pengurusan lisensi usaha logistik tersebut bisa diambil sisi positif dan sisi negatif. Positif, katanya, karena perusahaan bisa memilih Kementerian terkait dan menyesuaikan diri dengan lisensi yang dimaksud.
“Ada positif dan negatif, positif karena mereka kan bisa milih misalnya izin jasa kurir bisa ke Kementerian Komunikasi dan Informatika, sedangkan izin forwarder bisa ke Kementerian Perhubungan,” katanya dihubungi hari ini.
Dia mengatakan dari sisi negatif apabila belum adanya single window tersebut menyulitkan pelaku industri dan tidak efisien dari sudut pandang pengusaha. Namun Wahyu mengatakan hingga saat ini Bank Dunia belum masuk pada tahapan rekomendasi untuk hal tersebut.
Izin usaha jasa pengurusan transportasi atau forwarding adalah izin yang dikeluarkan oleh Kantor Dinas Perhubungan Kota/Propinsi yang diberikan kepada perusahaan atau badan usahauntuk kegiatan usaha jasa pengurusan transportasi di Indonesia.(sut)
BERITA LAINNYA: