Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HEMAT ENERGI: Pemerintah Masih Fokus ke Bahan Bakar Fosil

JAKARTA: Kebijakan penghematan energi yang diumumkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai belum menyentuh substansi, karena masih berkutat pada penggunaan bahan bakar fosil yang jumlahnya semakin menipis.

JAKARTA: Kebijakan penghematan energi yang diumumkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai belum menyentuh substansi, karena masih berkutat pada penggunaan bahan bakar fosil yang jumlahnya semakin menipis.

Ekonom Didik J Rachbini mengemukakan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi yang berlebihan terjadi karena tidak adanya energi alternatif yang murah. Akibatnya, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi membengkak yang selanjutnya membebani APBN.

 

Dia menilai larangan penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan pemerintah tidak berpengaruh terhadap penghematan karena biaya transportasi pegawai selama ini ditanggung negara.

Menurutnya, pemerintah semestinya melakukan terobosan diversifikasi energi melalui pengembangan energi terbarukan, seperti panas bumi, gas, angin atau matahari.

“Kita masih masuk dalam perangkap energi fosil, energi minyak. Penghematan bagus, tapi kan ekonomi tumbuh dan butuh energi. Problemnya hanya satu, konversi. Kita punya panas bumi, matahari, kenapa tidak digunakan,” ujarnya, Rabu, 30 Mei 2012.

Menurutnya, sebagai langkah awal pemerintah perlu membuat pilot project kota energi yang menggunakan tenaga surya, misalnya di kawasan timur Indonesia yang memang kaya akan panas matahari.

Didik mengatakan hal itu tidak mustahil dilakukan, mengingat sebelumnya pemerintah melalui gagasan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla berhasil melaksanakan konversi dari minyak tanah ke elpiji.

“Waktu itu, kompor gas dan tabungnya dikasih gratis dan langsung terkonversi. Sekarang kita punya banyak uang karena subsidi dikurangi. Kenapa tidak subsidinya dialokasikan untuk  pengembangan energi matahari,” tuturnya.

Sementara, lanjutnya, program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) di sektor transportasi hanya dapat dilakukan jika ada keharusan bagi kendaraan umum menggunakan BBG, misalnya dengan tidak memberikan izin operasi jika kendaraan menggunakan non-BBG.

“Untuk kendaraan yang lama, harus diperbarui mesinnya supaya bisa menggunakan BBG. Tanpa BBG, tidak diteken [izinnya]. Selesai,” ujar Didik yang juga Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (LP3E Kadin).Namun, imbuhnya, pemerintah harus menjamin ketersediaan gas di dalam negeri, mengingat selama ini duapertiga produksi gas domestik diekspor sehingga pasokan untuk kebutuhan dalam negeri kurang.

“Harusnya cukup, tapi sekarang kepentingan kan banyak. Karena gas kita diambil banyak ke luar negeri. Gasnya diekspor, jadi, sekarang harus ditarik ke kita,” katanya.(mmh)

BACA JUGA:

Skandal bola Liga Italia

Tender 3G molor, pemerintah bisa kena sanksi

Grasi Corby, apakah ada deal RI dengan Australia?

Sweeping software bajakan, BSA digugat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Sumber : Sri Mas Sari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper