Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDUSTRI PLASTIK: Permenkeu picu peredaran terpal sentetik ilegal

JAKARTA: Pengusaha terpal dalam negeri mengeluhkan maraknya peredaran produk terpal dari sintetik ilegal yang dipasok dari sejumlah negara di pasaran sehingga itu mengganggu penjualan produsen domestik.

JAKARTA: Pengusaha terpal dalam negeri mengeluhkan maraknya peredaran produk terpal dari sintetik ilegal yang dipasok dari sejumlah negara di pasaran sehingga itu mengganggu penjualan produsen domestik.

 

Berdasarkan sumber Bisnis di Asosiasi Industri Plastik Hilir Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik Indonesia (Inaplas), peredaran barang ilegal itu telah terjadi 2—3 bulan belakangan ini. “Mayoritas produk ilegal tersebut dipasok dari China,” ujar sumber itu, Senin, 21 Mei 2012.

 

Menurutnya, produk terpal itu dimasukkan ke dalam negeri melalui beberapa pelabuhan gelap di Pulau Sumatra. Setelah itu, barang ilegal tersebut didistribusikan ke sejumlah daerah di Tanah Air melalui jalur darat atau beberapa pelabuhan ternama.

 

Peredaran produk terpal dari sintetik ilegal itu merupakan imbas dari pemberlakuan bea masuk yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2011 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap Barang Impor Terpal dari Sintetik kecuali Awning dan Kerai Matahari yang termasuk dalam HS Ex 6306.12.00.00.

 

Peraturan tersebut berlaku pada 17 November 2011—16 November 2014. Dalam PMK tersebut, setiap importasi produk terpal dari sintetik kecuali awning dan kerai matahari dikenakan BMTP.

 

Pada tahun pertama,  yakni 17 November 2011—16 November 2012, BMTP dikenakan Rp13.643/kg. Pengenaan BMTP pada tahun ke dua (17 November 2011—16 November 2013) sebesar Rp12.643/kg.

 

Adapun pada tahun ke tiga (17 November 2011—16 November 2014), BMTP dikenakan sebesar Rp11.643/kg.

 

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37/M-DAG/Per/9/2008 tentang Surat Keterangan Asal (certificate of origin) terhadap Barang Impor yang Dikenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan (safeguards), maka terhadap barang impor yang berasal dari negara-negara selain negara berkembang sebagaimana terlampir dalam PMK, importir wajib menyerahkan SKA.

 

Barang ilegal yang beredar tersebut, ujarnya, dijual dengan harga murah sehingga dapat mengganggu penjualan produsen terpal dalam negeri. “Dalam dua bulan belakangan ini, permintaan terpal kami turun sebesar 20%,” tuturnya.

 

Dia mengungkapkan pemberlakuan BMTP tersebut seharusnya bisa mendorong produsen dalam negeri, namun ternyata malah membuat beredarnya produk-produk ilegal.

 

Rata-rata harga jual terpal di tingkat ritel mencapai Rp35.000 per kg, namun produk ilegal tersebut bisa dijual Rp23.000—Rp25.000/kg.

 

Inaplas mendesak pemerintah melakukan operasi pasar dan menindak setiap pelaku yang mengimpor produk ilegal tersebut agar iklim usaha berjalan kondusif.  “Saat ini, kerugian kami baru 20%. Jika tidak dihentikan, maka dikhawatirkan malah lebih buruk,” katanya. (msb)

 

 

BERITA FINANSIAL PILIHAN REDAKSI:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Sumber : Herdiyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper